Tampilkan postingan dengan label Biografi Ulama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biografi Ulama. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Juli 2013

Biografi Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy


Pembicara: Abu Zubeir Al Hawaary
Tema: Biografi Imam Abu Hanifah

Anda bisa memutar file langsung dari player dibawah atau langsung dengan mendownload mp3 kajian ini. Download

Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam, beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.
Nasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi (ada yang mengatakan Zutha) At-Taimi Al-Kufi
Beliau adalah Abu Hanifah An-Nu’man Taimillah bin Tsa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.
Perkembangannya
Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits.
Abu Hanifah itu tinggi badannya sedang, memiliki postur tubuh yang bagus, jelas dalam berbicara, suaranya bagus dan enak didengar, bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan selalu memakai minyak wangi, bagus dalam bermajelis, sangat kasih sayang, bagus dalam pergaulan bersama rekan-rekannya, disegani dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna.
Beliau disibukkan dengan mencari atsar/hadits dan juga melakukan rihlah untuk mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai kecermatan dalam berpendapat, dan dalam permasalahan-permasalahan yang samar/sulit maka kepada beliau akhir penyelesaiannya.
Beliau sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau juga belajar dan meriwayat dari ulama lain seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A’raj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu Ja’far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi. Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat.
Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka tatkala diantara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas saya tidak mempunyai jawabannya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersamanya selama 10 tahun.
Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya.
Adapun orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan darinya diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam Tahdzibnya berdasarkan abjad diantaranya Ibrahin bin Thahman seorang alim dari Khurasan, Abyadh bin Al-Aghar bin Ash-Shabah, Ishaq al-Azroq, Asar bin Amru Al-Bajali, Ismail bin Yahya Al-Sirafi, Al-Harits bin Nahban, Al-Hasan bin Ziyad, Hafsh binn Abdurrahman al-Qadhi, Hamad bin Abu Hanifah, Hamzah temannya penjual minyak wangi, Dawud Ath-Thai, Sulaiman bin Amr An-Nakhai, Su’aib bin Ishaq, Abdullah ibnul Mubarok, Abdul Aziz bin Khalid at-Turmudzi, Abdul karim bin Muhammad al-Jurjani, Abdullah bin Zubair al-Qurasy, Ali bin Zhibyan al-Qodhi, Ali bin Ashim, Isa bin Yunus, Abu Nu’aim, Al-Fadhl bin Musa, Muhammad bin Bisyr, Muhammad bin Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Qoshim al-Asadi, Nu’man bin Abdus Salam al-Asbahani, Waki’ bin Al-Jarah, Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqondi, Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain.
Penilaian para ulama terhadap Abu Hanifah
Berikut ini beberapa penilaian para ulama tentang Abu Hanifah, diantaranya:
1. Yahya bin Ma’in berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh, dia tidak membicarakan hadits kecuali yang dia hafal dan tidak membicarakan apa-apa yang tidak hafal”. Dan dalam waktu yang lain beliau berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang tsiqoh di dalam hadits”. Dan dia juga berkata, “Abu hanifah laa ba’sa bih, dia tidak berdusta, orang yang jujur, tidak tertuduh dengan berdusta, …”.
2. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Kalaulah Allah subhanahu wa ta’ala tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri maka saya hanya akan seperti orang biasa”. Dan beliau juga berkata, “Abu Hanifah adalah orang yang paling faqih”. Dan beliau juga pernah berkata, “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, ‘Wahai Abu Abdillah, orang yang paling jauh dari perbuatan ghibah adalah Abu Hanifah, saya tidak pernah mendengar beliau berbuat ghibah meskipun kepada musuhnya’ kemudian beliau menimpali ‘Demi Allah, dia adalah orang yang paling berakal, dia tidak menghilangkan kebaikannya dengan perbuatan ghibah’.” Beliau juga berkata, “Aku datang ke kota Kufah, aku bertanya siapakah orang yang paling wara’ di kota Kufah? Maka mereka penduduk Kufah menjawab Abu Hanifah”. Beliau juga berkata, “Apabila atsar telah diketahui, dan masih membutuhkan pendapat, kemudian imam Malik berpendapat, Sufyan berpendapat dan Abu Hanifah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya adalah Abu Hanifah … dan dia orang yang paling faqih dari ketiganya”.
3. Al-Qodhi Abu Yusuf berkata, “Abu Hanifah berkata, tidak selayaknya bagi seseorang berbicara tentang hadits kecuali apa-apa yang dia hafal sebagaimana dia mendengarnya”. Beliau juga berkata, “Saya tidak melihat seseorang yang lebih tahu tentang tafsir hadits dan tempat-tempat pengambilan fiqih hadits dari Abu Hanifah”.
4. Imam Syafii berkata, “Barangsiapa ingin mutabahir (memiliki ilmu seluas lautan) dalam masalah fiqih hendaklah dia belajar kepada Abu Hanifah”
5. Fudhail bin Iyadh berkata, “Abu Hanifah adalah seorang yang faqih, terkenal dengan wara’-nya, termasuk salah seorang hartawan, sabar dalam belajar dan mengajarkan ilmu, sedikit bicara, menunjukkan kebenaran dengan cara yang baik, menghindari dari harta penguasa”. Qois bin Rabi’ juga mengatakan hal serupa dengan perkataan Fudhail bin Iyadh.
6. Yahya bin Sa’id al-Qothan berkata, “Kami tidak mendustakan Allah swt, tidaklah kami mendengar pendapat yang lebih baik dari pendapat Abu Hanifah, dan sungguh banyak mengambil pendapatnya”.
7. Hafsh bin Ghiyats berkata, “Pendapat Abu Hanifah di dalam masalah fiqih lebih mendalam dari pada syair, dan tidaklah mencelanya melainkan dia itu orang yang jahil tentangnya”.
8. Al-Khuroibi berkata, “Tidaklah orang itu mensela Abu Hanifah melainkan dia itu orang yang pendengki atau orang yang jahil”.
9. Sufyan bin Uyainah berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Hanifah karena dia adalah termasuk orang yang menjaga shalatnya (banyak melakukan shalat)”.
Beberapa penilaian negatif yang ditujukan kepada Abu Hanifah
Abu Hanifah selain dia mendapatkan penilaian yang baik dan pujian dari beberapa ulama, juga mendapatkan penilaian negatif dan celaan yang ditujukan kepada beliau, diantaranya :
1. Imam Muslim bin Hajaj berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit shahibur ro’yi mudhtharib dalam hadits, tidak banyak hadits shahihnya”.
2. Abdul Karim bin Muhammad bin Syu’aib An-Nasai berkata, “Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit tidak kuat hafalan haditsnya”.
3. Abdullah ibnul Mubarok berkata, “Abu Hanifah orang yang miskin di dalam hadits”.
4. Sebagian ahlul ilmi memberikan tuduhan bahwa Abu Hanifah adalah murji’ah dalam memahi masalah iman. Yaitu penyataan bahwa iman itu keyakinan yang ada dalam hati dan diucapkan dengan lisan, dan mengeluarkan amal dari hakikat iman.
Dan telah dinukil dari Abu Hanifah bahwasanya amal-amal itu tidak termasuk dari hakekat imam, akan tetapi dia termasuk dari sya’air iman, dan yang berpendapat seperti ini adalah Jumhur Asy’ariyyah, Abu Manshur Al-Maturidi … dan menyelisihi pendapat ini adalah Ahlu Hadits … dan telah dinukil pula dari Abu Hanifah bahwa iman itu adalah pembenaran di dalam hati dan penetapan dengan lesan tidak bertambah dan tidak berkurang. Dan yang dimaksudkan dengan “tidak bertambah dan berkurang” adalah jumlah dan ukurannya itu tidak bertingkat-tingkat, dak hal ini tidak menafikan adanya iman itu bertingkat-tingkat dari segi kaifiyyah, seperti ada yang kuat dan ada yang lemah, ada yang jelas dan yang samar, dan yang semisalnya …
Dan dinukil pula oleh para sahabatnya, mereka menyebutkan bahwa Abu Hanifah berkata, ‘Orang yang terjerumus dalam dosa besar maka urusannya diserahkan kepada Allah’, sebagaimana yang termaktub dalam kitab “Fiqhul Akbar” karya Abu Hanifah, “Kami tidak mengatakan bahwa orang yang beriman itu tidak membahayakan dosa-dosanya terhadap keimanannya, dan kami juga tidak mengatakan pelaku dosa besar itu masuk neraka dan kekal di neraka meskipun dia itu orang yang fasiq, … akan tetapi kami mengatakan bahwa barangsiapa beramal kebaikan dengan memenuhi syarat-syaratnya dan tidak melakukan hal-hal yang merusaknya, tidak membatalakannya dengan kekufuran dan murtad sampai dia meninggal maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amalannya, bahklan -insya Allah- akan menerimanya; dan orang yang berbuat kemaksiatan selain syirik dan kekufuran meskipun dia belum bertaubat sampai dia meninggal dalam keadaan beriman, maka di berasa dibawah kehendak Allah, kalau Dia menghendaki maka akan mengadzabnya dan kalau tidak maka akan mengampuninya.”
5. Sebagian ahlul ilmi yang lainnya memberikan tuduhan kepada Abu Hanifah, bahwa beliau berpendapat Al-Qur’an itu makhluq.
Padahahal telah dinukil dari beliau bahwa Al-Qur’an itu adalah kalamullah dan pengucapan kita dengan Al-Qur’an adalah makhluq. Dan ini merupakan pendapat ahlul haq …,coba lihatlah ke kitab beliau Fiqhul Akbar dan Aqidah Thahawiyah …, dan penisbatan pendapat Al-Qur’an itu dalah makhluq kepada Abu Hanifah merupakan kedustaan”.
Dan di sana masih banyak lagi bentuk-bentuk penilaian negatif dan celaan yang diberikan kepada beliau, hal ini bisa dibaca dalam kitab Tarikh Baghdad juz 13 dan juga kitab al-Jarh wa at-Ta’dil Juz 8 hal 450.
Dan kalian akan mengetahui riwayat-riwayat yang banyak tentang cacian yang ditujukan kepada Abiu Hanifah -dalam Tarikh Baghdad- dan sungguh kami telah meneliti semua riwayat-riwayat tersebut, ternyata riwayat-riwayat tersebut lemah dalam sanadnya dan mudhtharib dalam maknanya. Tidak diragukan lagi bahwa merupakan cela, aib untuk ber-ashabiyyah madzhabiyyah, … dan betapa banyak dari para imam yang agung, alim yang cerdas mereka bersikap inshaf (pertengahan ) secara haqiqi. Dan apabila kalian menghendaki untuk mengetahui kedudukan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan celaan terhadap Abu Hanifah maka bacalah kitab al-Intiqo’ karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, Jami’ul Masanid karya al-Khawaruzumi dan Tadzkiratul Hufazh karya Imam Adz-Dzahabi. Ibnu Abdil Barr berkata, “Banyak dari Ahlul Hadits – yakni yang menukil tentang Abu Hanifah dari al-Khatib (Tarikh baghdad) – melampaui batas dalam mencela Abu Hanifah, maka hal seperti itu sungguh dia menolak banyak pengkhabaran tentang Abu Hanifah dari orang-orang yang adil”
Beberapa nasehat Imam Abu Hanifah
Beliau adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajibnya mengikuti Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi sunnah. dan sungguh telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya pendapat-pendapat yang jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya itu menunjukkan pada sesuatu yang satu, yaitu wajibnya mengambil hadits dan meninggalkan taqlid terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits. Diantara nasehat-nasehat beliau adalah:
a. Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku
Berkata Syaikh Nashirudin Al-Albani, “Ini merupakan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan para imam. Dan para imam telah memberi isyarat bahwa mereka tidak mampu untuk menguasai, meliput sunnah/hadits secara keseluruhan”. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Syafii, “maka terkadang diantara para imam ada yang menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya”.
b. Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut. dalam riwayat lain, haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku, dia berfatwa dengan pendapatku. Dan dalam riawyat lain, sesungguhnya kami adalah manusia biasa, kami berpendapat pada hari ini, dan kami ruju’ (membatalkan) pendapat tersebut pada pagi harinya. Dan dalam riwayat lain, Celaka engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf), janganlah engakau catat semua apa-apa yang kamu dengar dariku, maka sesungguhnya aku berpendapat pada hari ini denga suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat itu besok, besok aku berpendapat dengan suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat tersebut hari berikutnya.
Syaikh Al-Albani berkata, “Maka apabila demikian perkataan para imam terhadap orang yang tidak mengetahui dalil mereka. maka ketahuilah! Apakah perkataan mereka terhadap orang yang mengetahui dalil yang menyelisihi pendapat mereka, kemudian dia berfatwa dengan pendapat yang menyelisishi dalil tersebut? maka camkanlah kalimat ini! Dan perkataan ini saja cukup untuk memusnahkan taqlid buta, untuk itulah sebaigan orang dari para masyayikh yang diikuti mengingkari penisbahan kepada Abu Hanifah tatkala mereka mengingkari fatwanya dengan berkata “Abu Hanifah tidak tahu dalil”!.
Berkata Asy-sya’roni dalam kitabnya Al-Mizan 1/62 yang ringkasnya sebagai berikut, “Keyakinan kami dan keyakinan setiap orang yang pertengahan (tidak memihak) terhadap Abu Hanifah, bahwa seandainya dia hidup sampai dengan dituliskannya ilmu Syariat, setelah para penghafal hadits mengumpulkan hadits-haditsnya dari seluruh pelosok penjuru dunia maka Abu Hanifah akan mengambil hadits-hadits tersebut dan meninggalkan semua pendapatnya dengan cara qiyas, itupun hanya sedikit dalam madzhabnya sebagaimana hal itu juga sedikit pada madzhab-madzhab lainnya dengan penisbahan kepadanya. Akan tetapi dalil-dalil syari terpisah-pesah pada zamannya dan juga pada zaman tabi’in dan atbaut tabiin masih terpencar-pencar disana-sini. Maka banyak terjadi qiyas pada madzhabnya secara darurat kalaudibanding dengan para ulama lainnya, karena tidak ada nash dalam permasalahan-permasalahan yang diqiyaskan tersebut. berbeda dengan para imam yang lainnya, …”. Kemudian syaikh Al-Albani mengomentari pernyataan tersebut dengan perkataannya, “Maka apabila demikian halnya, hal itu merupakan udzur bagi Abu Hanifah tatkala dia menyelisihi hadits-hadits yang shahih tanpa dia sengaja – dan ini merupakan udzur yang diterima, karena Allah tidak membebani manusia yang tidak dimampuinya -, maka tidak boleh mencela padanya sebagaimana yang dilakukan sebagian orang jahil, bahkan wajib beradab dengannya karena dia merupakan salah satu imam dari imam-imam kaum muslimin yang dengan mereka terjaga agama ini. …”.
c. Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.
Wafatnya
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara.
Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.
(diambil dari majalah Fatawa)
Daftar Pustaka:
1. Tarikhul Baghdad karya Abu Bakar Ahmad Al-Khatib Al-Baghdadi cetakan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
2. Siyarul A’lamin Nubala’ karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi cetakan ke – 7 terbitan Dar ar-Risalah Beirut
3. Tadzkiratul Hufazh karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
4. Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir cetakan Maktabah Darul Baz Beirut
5. Kitabul Jarhi wat Ta’dil karya Abu Mumahhan Abdurrahman bin Abi Hatim bin Muhammad Ar-Razi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
6. Shifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Nashirudin Al-Albani cetakan Maktabah Al-Ma’arif Riyadh
Sumber: http://muslim.or.id/

Sabtu, 20 Juli 2013

Biografi Ringkas Syaikh Ali al-Halabi Hfizhohullah


 Biografi Ringkas Syaikh Ali al-Halabi


Di antara murid Syaikh al-Albani rahimahullah yang paling menonjol adalah Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari hafizhahullah. Beliau seorang ulama kenamaan dari negeri Syam tepatnya Yordania. Beberapa kali berkunjung ke Indonesia dalam rangka menyampaikan ilmu dan nasihat kepada para penuntut ilmu yang datang dari berbagai penjuru kota Indonesia. Begitu banyak ilmu dan kebaikan yang telah beliau sampaikan, tidaklah ada yang tercegah darinya kecuali orang yang terhalang dari kebaikan. Semoga Allah menjaga Syaikh Ali al-Halabi dari berbagai aral rintangan yang menghalangi jalan dakwahnya.

Nasab
Beliau adalah seorang Syaikh salafi, pengarang kitab-kitab manhaj dan peneliti karya-karya ilmiah. Nama beliau adalah Ali bin Hasan bin Ali bin Abdulhamid. Sedangkan al-Halabi adalah penisbatan kepada kota Halab (aleppo)  di Syiria. Kunyah beliau adalah Abul Harits, adapun tempat hijrahnya adalah Yordania.
Ayah dan kakek Syaikh Ali hijrah dari kota Yafa (Jaffa) Palestina menuju Yordania pada tahun 1368 H (1948 M), karena adanya peperangan yang dikobarkan oleh zionis Yahudi.

Tempat & Tahun Kelahiran
Syaikh Ali al-Halabi dilahirkan di kota az-Zarqa’ Yordania pada tanggal 29 Jumadil Ula tahun 1380 H.

Pendidikan
Syaikh berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan tingkat atas dengan sukses pada tahun 1398 H (1978 M). Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya ke fakultas Bahasa Arab di Amman, untuk mempelajari cabang ilmu bisnis dan akuntansi, akan tetapi Allah tidak menakdirkan kepada Beliau untuk menyelesaikan kuliahnya tersebut.

Guru
Syaikh memulai menuntut ilmu agama lebih dari seperempat abad yang lalu. Beliau mengambil ilmu ini dari banyak guru, di antara guru beliau yang terkemuka ialah:
  • al-’Allamah, ahli hadis, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullâh.
Beliau bertemu dengan Syaikh al-Albani pada akhir tahun 1977 M di kota Amman. Pada tahun 1981 M Beliau belajar dari Syaikh al-Albani kitab Isykalat al-Ba’its al-Hatsits dan beberapa kitab lainnya.
  • Pakar bahasa Syaikh Abdulwadud az-Zarori rahimahullah,
  • Juga Syaikh mulia Muhammad Nasib ar-Rifa’i rahimahullah, dan beberapa ulama lainnya.
Surat Izin Mengajar
Depan Pesantren (2)Syaikh Ali mendapatkan ijazah ilmiah untuk mengajarkan ilmu agama, khususnya dalam bidang ilmu hadis dari beberapa ulama, selain dari ketiga Syaikh yang telah kami sebutkan di atas, mereka adalah:
  • al-’Allamah Syaikh Badi’ud Din as-Sindi.
  • al-’Allamah Syaikh Muhibbullah ar-Rasyidi.
  • al-’Allamah Syaikh ‘Atha’ullah Hanif al-Fujiyani, dan
  • Ahli hadis Syaikh Hammad al-Anshari rahimahumullâh.
Sanjungan & Pujian
Begitu banyak ulama yang mengalamatkan sanjungan kepada beliau, di antara mereka adalah Syaikh al-Albani, Syaikh Bin Baz, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahumullah, Syaikh Abdulmuhsin al-’Abbad hafizhahullah, dan ulama-ulama lainnya. Di sini, kami akan lampirkan tiga sanjungan ulama kepada Syaikh.

1. Sanjungan Syaikh al-Albani
Sebagaimana yang Beliau utarakan dalam kitabnya yang agung, ash-Shahihah, pada pertengahan penjelasan Beliau tentang dusta-dusta si pencela sunah, Hassan Abdulmannan. Beliau berkata seraya memujinya: “Penjabaran perkataan untuk menjelaskan cacatnya ucapan (Hassan) yang telah melemahkan hadis-hadis tersebut di atas, semua itu membutuhkan disusunnya sebuah kitab khusus, dan untuk mencapai hal itu waktuku tidak cukup, semoga saja sebagian saudara kita yang kuat-kuat seperti saudara Ali al-Halabi mampu melaksanakan tugas ini.”
Coba perhatikan juga mukadimah kitab at-Ta’liqat ar-Radhiyyah ‘Ala ra-Raudhah an-Nadhiyyah, Adab az-Zifaf cetakan al-Maktabah al-Islamiyyah, dan kitab an-Nashihah.

2. Sanjungan Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i
Begitu pula al-Allamah ahli hadis Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah dalam kitabnya Tuhfatul Mujib ‘Ala As-ilah al-Hadhir wa al-Gharib, hlm 160, Beliau ditanya: Siapakah para ulama yang anda nasihatkan kami untuk merujuk kepada mereka dan membaca buku-buku karya mereka serta mendengarkan kaset-kaset mereka?
Syaikh rahimahullah menjawab: “Sesungguhnya kami telah membahas hal yang satu ini berulang kali, akan tetapi tak apa kita mengulanginya sekali lagi. Di antara mereka adalah Syaikh Nashiruddin al-Albani rahimahullah dan murid-murid beliau yang mulia, semisal saudara Ali bin Hasan bin Abdulhamid…. ”
Beliau juga bertutur: “Setelah itu saya melihat sebuah artikel begitu berharga yang berjudul Fihq al-Waqi’ baina an-Nazhariyyah wa ath-Thathbiq, buah karya saudara kami seakidah Ali bin Hasan bin Abdilhamid hafizhahullah, kami nasihatkan kepada kalian untuk dapat memiliki dan membacanya, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.”
Beliau telah menyebutkan artikel tersebut dalam sebuah kasetnya yang berjudul Gharah al-Asyrithah ‘ala Ahli al-Jahl wa as-Safsathoh, beliau berkata seraya menyifati artikel tersebut: “Aku tidak mengetahui ada yang menandinginya sama sekali.”

3. Sanjungan Syaikh Abdulmuhsin al-’Abbad
Begitu pula Syaikh Abdulmuhsin al-’Abbad al-Badr hafizhahullah. Beliau berkata dalam kitabnya yang begitu bermanfaat dan bagus, Rifqan Ahla as-Sunnah bi Ahli as-Sunnah, hlm 8-9, cetakan 1426 H: “Saya petuahkan juga, hendaknya para penuntut ilmu di setiap negeri menyibukkan diri dengan menuntut ilmu dari ulama ahlus sunnah yang ada pada negeri yang bersangkutan, semisal murid-murid Syaikh al-Albani rahimahullâh di Yordania, yang mana sepeninggal Syaikh al-Albani mereka mendirikan markas dengan nama Beliau (markas Syaikh al-Albani rahimahullah yang di antara para ulama besarnya adalah Syaikh Ali al-Halabi).

Hubungang Syaikh Ali dan STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya
Alhamdulillah, telah terjalin hubungan baik antara Syaikh Ali khususnya, dan Ulama Yordania lainnya umumnya, dengan STAI Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu (yang sebelumnya bernama Ma’had Ali al-Irsyad as-Salafi Surabaya). Hal itu dapat kita ketahui bersama dengan diselenggarakannya Dauroh-dauroh Syar’iyyah oleh STAI Ali dengan mendatangkan mereka sebagai pembicara. Terhitung lebih dari lima kali Mereka –Masyayikh Yordania- berkunjung ke kota Surabaya dalam rangka mempererat hubungan silaturahmi dan memberikan siraman ilmu di dauroh-dauroh tersebut.
Syaikh Ali juga begitu dekat dengan asatidzah Surabaya dan asatidz Indonesia lainnya. Namun –sepengetahuan penulis-, Ustadz Indonesia yang paling dekat dengan Syaikh Ali adalah Ustadz kami Abu ‘Auf Abdurrahman bin Abdulkarim at-Tamimi hafizhahullah wa katstsarallahu min amtsalihi.
Abu ‘Auf pernah bercerita di hadapan kami, bahwa Syaikh Ali begitu sering saling kirim SMS dengannya. Bahkan Ia pernah berkata, lebih dari seribu SMS yang pernah Syaikh Layangkan kepadanya. Abu ‘Auf sempat menulis delapan ratus lebih SMS dari Syaikh, yang kemudian Beliau tulis dengan tangannya di dua buku tulis. Adapun sisanya, sengaja Beliau tidak dokumentasikan.
Selain itu, pada tahun 1425 H (2004 M) Abu ‘Auf pernah diundang ke Yordania sebagai utusan dari Indonesia, untuk menyampaikan ceramah pada acara seminar di Markaz Imam al-Albani. Pada waktu itu, yang menyampaikan ceramah pada seminar itu ada sebelas orang –selain dari Abu ‘Auf-. Di antara mereka adalah Syaikh Muhammad Musa, Syaikh Ali al-Halabi, Syaikh Husain bin ‘Audah al-’Awaisyah, mereka semua berasal dari Yordania. Syaikh Utsman al-Khumayyis dan Dr. Hamd al-Utsmani, keduanya dari Kuwait, Dr. Muhammad al-Khumayyis dan Syaikh Abdullah al-’Ubailan, keduanya dari Arab Saudi, Syaikh Dr. Khalid al-Anbari dari Uni Emirat Arab, dan beberapa ulama lainnya.
Syaikh Ali juga pernah menyusun syair yang berjumlah dua puluh satu bait, yang Beliau utarakan pada penutupan Dauroh Syar’iyyah pertama pada tahun 1421 H, di antara kutipannya:
فَالشُّكْرُ كُلَّ الشُّكْرِ نَحْوَ شُعُوْرِهِمْ     تِلْكَ المَــحَبَّةُ مِنْهَمُ بِأَمَــانِ
أَمَّا كَبِـيْرُ الجُهْدِ  ذَاكَ  بِحِـرْصِهِ     هَذَا التَّمِيْمِيُّ عَبْدُ ذَا الرَّحْــمَنِ
Maka limpahan ucapan terima kasih teruntuk mereka
Inilah rasa kasih cinta dengan keamanan dari mereka
Adapun dia yang semangat dan begitu antusiasnya
Itulah Abdurrahman yang at-Tamimi menjadi nasabnya

Aktivitas
Syaikh Ali al-Halabi hafizhahullah termasuk orang pertama yang ikut andil dalam mendirikan majalah al-Asholah yang terbit di Yordania, termasuk penulis tetapnya, dan merupakan pemimpin redaksinya. Majalah tersebut hingga saat ini telah terbit lebih dari lima puluh edisi dalam masa lebih dari sepuluh tahun.
Beliau begitu rajin menulis makalah-makalah dan bahasan-bahasan yang beraneka ragam pada sejumlah surat kabar, majalah Arab Saudi, dan majalah internasional, yang di antaranya adalah makalah mingguan pada surat kabar dalam negeri al-Muslimun, yang terbit di London di kolom as-Sunnah. Pada majalah tersebut Beliau terus-menerus menulis kira-kira selama dua tahun lamanya, terhitung sejak tanggal 18 Rabi’ul Awal 1417 H.
Syaikh Ali hafizhahullah juga berkali-kali ikut serta dalam muktamar-muktamar islam, pertemuan-pertemuan dakwah, seminar-seminar ilmiah pada sejumlah negara, di antaranya adalah di Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait, Amerika, Inggris, Belanda, Hongaria, Kanada, Indonesia, Prancis, Kosovo, dan beberapa Negara lainnya.
Syaikh pun pernah diundang ke sejumlah Universitas Yordania untuk menyampaikan kajian dan seminar, seperti di Universitas Yordania, Universitas Yarmuk dan Universitas Zaitunah.

Karya & Tulisan
(1). Kitab-kitab karangan
Adapun karya tulisan dan kitab-kitab yang Beliau teliti jumlahnya mendekati dua ratus kitab, baik berupa artikel, sebuah kitab, maupun yang kitab berjilid-jilid jumlahnya. Di antara karangan yang paling penting adalah kitab:
  • Ilmu Ushul al-Bida’,
  • Dirasat Ilmiyyah fi Shahih Muslim,
  • Ru’yah Waqi’iyyah fi al-Manhaj ad-Da’awiyyah,
  • an-Nukat ‘Ala Nuzhah an-Nazhor,
  • Ahkam asy-Syita’ fi as-Sunnah al-Muthahharoh,
  • Ahkam al-’Iedain fi as-Sunnah al-Muthahharoh,
  • at-Ta’liqat al-Atsariyyah ‘Ala al-Manzhumah al-Baiquniyyah,
  • ad-Da’wah Ila Allah Baina at-Tajammu’ al-Hizbi wa at-Ta’awun asy-Syar’i,
  • at-Tabshir Bi Qawa-id at-Takfir, dll.
(2). Kitab-kitab tahqiq
Adapun dalam bidang tahqiq/penelitian, maka kitab-kitab yang Beliau tahqiq begitu beragam, seperti:
  • Hidayah ar-Ruwat fi Takhrij Ahadits al-Mashabih wa al-Misykat karya Ibnu Hajar sejumlah lima jilid,
  • as-Sunan karya Ibnu Majah dalam empat jilid,
  • Miftah Dar as-Sa’adah karya Ibnul Qayyim sebanyak tiga jilid,
  • Ighatsah al-Lahafan fi Mashayid asy-Syaithan karya Ibnul Qayyim dalam dua jilid,
  • at-Ta’liqat ar-Radhiyyah ‘Ala ar-Raudhah an-Nadiyyah karya al-Albani dalam tiga jilid,
  • al-Ba’its al-Hatsits karya Ibnu Katsir sebanyak dua jilid,
  • al-Hittah fi Dzikr ash-Shihah as-Sittah karya Shiddiq Hasan Khan sebanyak satu jilid,
  • ad-Daa’ wa ad-Dawaa’ karya Ibnul Qayyim sebanyak satu jilid,
  • al-Mutawari ‘Ala Abwab al-Bukhari karya Ibnul Munayyir satu jilid, dll.
Sebagian kitab dan karangan Syaikh Ali al-Halabi telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, di antaranya ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Ordo, Indonesia, Azerbaijan, dan bahasa Kosovo.
Beliau senantiasa memohon pertolongan kepada Allah, bertawakal hanya kepada-Nya, tekun di atas ilmu, dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya. Juga dalam menulis dan meneliti kitab-kitab, berdakwah kepada Allah semata seraya memohon kepada Rabb-Nya ilmu yang bermanfaat, amal yang saleh, keikhlasan, ketegaran, dan hushul khatimah (kesudahan yang baik).

Syaikh Ali & Syair
Bak Imam asy-Syafi’i, Ibnul Qayyim dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahumullah, Syaikh Ali juga sangat cinta dan hobi menyusun syair. Terbukti dari beberapa karya yang ia lontarkan hampir pada setiap Dauroh Syari’yyah Manhajiyyah yang secara rutin setiap tahun -walhamdulillah- dilaksanakan oleh STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya. Selain dari beberapa syair yang ia sampaikan pada penutupan dauroh tersebut, jauh sebelumnya Syaikh juga pernah menyusun beberapa bait syair ritsa (duka cita) tatkala guru tercintanya, Syaikh al-Albani rahimahullah, meninggal dunia.
Buku kecil yang berisi bait-bait syair tentang Syaikh al-Albani rahimahullah tersebut beliau beri judul al-Manzhumah an-Nuniyyah. Ringkasnya, buku tersebut mencakup bait-bait syair tentang kehidupan Syaikh al-Albani; dimulai dari kelahiran hingga setelah wafatnya beliau. Disertai juga dengan penyebutan karya-karya dan murid-murid beliau, serta sanjungan ulama dunia terhadap keilmuan Syaikh al-Albani. Semua itu oleh Syaikh Ali al-Halabi utarakan dalam bentuk bait syair dengan jumlah lima puluh halaman. Buku ini dicetak tanpa disebutkan nama penerbit dan tahun penerbitannya.
Semoga Allah senantiasa membuka hati Syaikh untuk mendapatkan ide-ide cemerlang, kata-kata bijak, dan pemikiran-pemikiran apik dalam rangka memberikan sumbangsih kepada agama ini lewat bait-bait syair yang ia susun. Berikut, kami akan sisipkan cupikan beberapa bait syair karya murni Beliau, pada beberapa tema.

Syair Nasihat
Syair ini Beliau sampaikan pada penutupan Dauroh ke VIII di Trawas 1428 H. Jumlah keseluruhan syair ini adalah empat belas bait, di antara kutipannya:
اِلْزَمْ  أُخَيَّ لِنَهْجِ أَسْـلاَفٍ مَضَوْا              اِنْفِذْ طَرِيْقَ الحَقِّ أَنْتَ  غََرِيْــبُ
وَعَلَيْكَ بِالْعِلْمِ الشَّرِيْفِ سَـلاَمَةً               فَـالجَهْلُ دَاءٌ وَ العَلِيْمُ طَبِــيْبُ
Wahai saudaraku, genggamlah erat manhaj salaf umat ini
Laksanakan jalan kebenaran, engkau kan semakin asing
Wajib oleh kalian menuntut ilmu mulia demi keselamatan
Sebab bodoh itu racun dan ulama adalah dokter kesembuhan
Beliau juga berkata:
وَ انْظُرْ أُخَيَّ إِلَى الحَيَاةِ بِبَسْـمَةٍ                لاَ لَسْتُ أَرْضَاكَ بِـذَاكَ كَئِيْـبُ
وَدَعِ التَّهَاجُرَ وَ التَّخَاصُمَ  إِنَّـهُ                بَابٌ إِلَى كَسْرِ القُلُوْبِ رَهِيْــبُ
Wahai saudaraku, sambutlah hidup ini dengan senyuman
Tidak, aku tidak rela engkau terjerumus dalam penderitaan
Tinggalkan sikap saling tidak tegur sapa dan bermusuhan
Sebab itu adalah pintu penghancur hati yang menakutkan

Syair Pembelaan
Maksudnya pembelaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala dicela oleh orang kafir Denmark –semoga Allah melaknatnya-. Jumlah total syair ini ada dua puluh empat bait. Syair tersebut beliau susun di waktu ashar hari Jum’at 22 Shafar 1429 H. Kami akan menyebutkan beberapa bait sebagai cuplikan dari syair tersebut, beliau berkata:
مَاذَا نَرَى (دِنْمَرْكُ) فِي رَسَّامِكُمْ       إِلاَّ خَبِيْـثاً مَارِقاً  يَتَجَلْـمَدُ ؟ !
قَالُوْا: الفُنُوْنُ؛ فَمَاالفُنُوْنُ وَحَالُهُمْ       إِلاَّ كَمَنْ لَقِيَ الحَقِيْقَةَ  يَجْحَدُ ! !
أَمَّا التَحَرُّرُ –زَاعِـمِيْنَ لِفِعْلِهِمْ-       فَهُوَ التَّحَرُّرُ كَاذِبٌ وَ مُعَانِــدُ
Apa yang kami lihat, wahai Denmark, pada gambar karikaturmu
Hanyalah tindakan buruk, jauh dari agama, yang kian membatu
Mereka berseru, “Inilah seni,” namun seni dan kondisi mereka
Tidak lain bagaikan penolak kebenaran lagi ingkar hatinya
Adapun alasan “Kebebasan berbicara” yang mereka gemborkan
Maka itu adalah kebebasan penuh dusta yang berisi penentangan

Syair Sifat & Pujian
Pada syair yang sama, Syaikh Ali juga menyebutkan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh berkata seraya menyebutkan beberapa sifat Beliau:
صَلَّـى عَلَيْـهِ اللّهُ في قُرْآنِـهِ         فَثَنَــاؤُهُ بِصَلاتَِهِ يَتَجَــدَّدُ
مَـَلأَ  العَوَالِمَ ( أَمْنُهُ إِيْمَـانُهُ )        هٰذَا (السَّـلاَمُ) بِنَهْجِهِ يَتَأَكَّـدُ
هٰذَا الَّذِيْ وَسِعَ البَرَايَا رَحْـمَةً        هٰذَا الرَّؤُوْفُ هُوَالرَّحِيْمُ الأَرْشَدُ
Allah ta’ala bersholawat kepadanya dalam al-Quran
Sanjungan dan salawat-Nya kepada Beliau ditujukan
Keamanan dan keimanan memenuhi alam semesta
Keselamatan kian pasti dengan mengikuti manhajnya
Dialah Nabi pembawa rahmat bagi alam semesta
Yang amat belas kasih, penyayang dan lurus jalannya

Demikianlah biografi singkat dari seorang dai besar, al-’Allamah, Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari hafizhahullah. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiiin.
[WARDAN/@abuadara]______________________
Disampaikan pada Talim Biografi Ulama Bakda Ashar di Masjid Jamik Pesantren Darunnajah Cipining Bogor, Selasa 19 Februari 2013 oleh Ust Sopyan Sauri

Sumber

Postingan Lama Beranda