Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 April 2014

PERISTIWA PERISTIWA DI ALAM KUBUR‬



‎#PERISTIWA_PERISTIWA_DI_ALAM_KUBUR

Oleh:Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. [Ali Imrân/3:185]

Allâh Azza wa Jalla memberikan pemberitaan umum kepada seluruh makhluk, bahwa setiap jiwa akan merasakan kematian. Hanya Allâh Yang Maha Hidup, tidak akan mati. Adapun jin, manusia, malaikat, semua akan mati. 

Kematian merupakan hakekat yang menakutkan. Dia akan mendatangi seluruh orang yang hidup dan tidak ada yang kuasa menolak maupun menahannya. Maut merupakan ketetapan Allâh Azza wa Jalla . Ini adalah hakekat yang sudah diketahui. Maka sepantasnya kita bersiap diri menghadapinya dengan iman sejati dan amal shalih yang murni. 

Di dalam tulisan ini insya Allah akan kami sampaikan beberapa peristiwa yang terjadi di alam kubur sehingga menjadikan kita lebih waspada dalam menjalani kehidupan dunia ini agar selamat di alam kubur.

ALAM KUBUR MENAKUTKAN
Hani’ Radhiyallahu anhu , bekas budak Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu , berkata, "Kebiasaan Utsman Radhiyallahu anhu jika berhenti di sebuah kuburan, beliau menangis sampai membasahi janggutnya. Lalu beliau Radhiyallahu anhu ditanya, ‘Disebutkan tentang surga dan neraka tetapi engkau tidak menangis. Namun engkau menangis dengan sebab ini (melihat kubur), (Mengapa demikian?)’ Beliau, ‘Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (yang artinya) ‘Kubur adalah persinggahan pertama dari (persinggahan-persinggahan) akhirat. Bila seseorang selamat dari (keburukan)nya, maka setelahnya lebih mudah darinya; bila seseorang tidak selamat dari (keburukan)nya, maka setelahnya lebih berat darinya.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‘Aku tidak melihat suatu pemandangan pun yang lebih menakutkan daripada kubur.’” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah; dihasankan oleh syaikh al-Albâni]

Karena fase setelah kubur lebih mudah bagi yang selamat, maka ketika melihat surga yang disiapkan Allâh Azza wa Jalla dalam kuburnya, seorang Mukmin mengatakan, “Ya Rabb, segerakanlah kiamat agar aku kembali ke keluarga dan hartaku.” Sebaliknya, orang-orang kafir, ketika melihat adzab pedih yang disiapkan Allâh Azza wa Jalla baginya, ia berseru, “Ya Rabb, jangan kau datangkan kiamat.” Karena yang akan datang setelahnya lebih pedih siksanya dan lebih menakutkan.

GELAPNYA ALAM KUBUR
Hal iniditunjukkan oleh hadits shahih :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ - أَوْ شَابًّا - فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عَنْهَا - أَوْ عَنْهُ - فَقَالُوا مَاتَ. قَالَ « أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى ». قَالَ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا - أَوْ أَمْرَهُ - فَقَالَ « دُلُّونِى عَلَى قَبْرِهِ ». فَدَلُّوهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِى عَلَيْهِمْ ».

Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa seorang wanita hitam -atau seorang pemuda- biasa menyapu masjid Nabawi pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendapatinya sehingga beliau n menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia telah meninggal’. Beliau n berkata, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’ Abu Hurairah berkata, ‘Seolah-olah mereka meremehkan urusannya’. Beliau n bersabda, ‘Tunjukkan kuburnya kepadaku’. Lalu mereka menunjukkannya, beliau pun kemudian menyalati wanita itu, lalu bersabda, “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyinarinya bagi mereka dengan shalatku terhadap mereka.” [HR. Bukhari, Muslim, dll]

HIMPITAN ALAM KUBUR
Setelah mayit diletakkan di dalam kubur, maka kubur akan menghimpit dan menjepit dirinya. Tidak seorang pun yang dapat selamat dari himpitannya. Beberapa hadits menerangkan bahwa kubur menghimpit Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu anhu , padahal kematiannya membuat ‘arsy bergerak, pintu-pintu langit terbuka, serta malaikat sebanyak tujuh puluh ribu menyaksikannya. Dalam Sunan an-Nasâ’i diriwayatkan dari Ibn Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

هَذَا الَّذِى تَحَرَّكَ لَهُ الْعَرْشُ وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَشَهِدَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنَ الْمَلاَئِكَةِ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ فُرِّجَ عَنْهُ

Inilah yang membuat ‘arsy bergerak, pintu-pintu langit dibuka, dan disaksikan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Sungguh ia dihimpit dan dijepit (oleh kubur), akan tetapi kemudian dibebaskan.” [Dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah ; Lihat Misykâtul Mashâbîh 1/49; Silsilah ash-Shahîhah, no. 1695]

Dalam Musnad Ahmad diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِياً مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ 

Sesungguhnya kubur memiliki himpitan yang bila seseorang selamat darinya, maka (tentu) Saad bin Muâdz telah selamat. [HR. Ahmad, no. 25015; 25400; Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni di dalam Shahîhul Jâmi’ 2/236]

Himpitan kubur in akan menimpa semua orang, termasuk anak kecil. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ الْقَبْرِ لَنَجَا هَذَا الصَّبِيُّ 

Seandainya ada seseorang selamat dari himpitan kubur, maka bocah ini pasti selamat [Mu'jam ath-Thabrani dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu dengan sanad shahih dan riwayat ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jâmi, 5/56] 

FITNAH (UJIAN) KUBUR
Jika seorang hamba telah diletakkan di dalam kubur, dua malaikat akan mendatanginya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Inilah yang dimaksud dengan fitnah (ujian) kubur. Dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad rahimahullah dari sahabat al-Barro bin ‘Azib Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ:فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ: دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ لَهُ : وَمَا يُدْرِيْكَ ؟ فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ فَيُنَادِي مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ: أَنْ قَدْ صَدَقَ عَبْدِيفَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ (وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ) وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ , قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ قَالَ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ : أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ , فَيَقُولُ لَهُ : مَنْ أَنْتَ , فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ, فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ, فَيَقُولُ: رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي

Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya, lalu keduanya bertanya, “Siapakah Rabbmu ?” Dia (si mayyit) menjawab, “Rabbku adalah Allâh”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apa agamamu?”Dia menjawab: “Agamaku adalah al-Islam”. 
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?” Dia menjawab, “Beliau utusan Allâh”. 
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca kitab Allâh, aku mengimaninya dan membenarkannya”.
Lalu seorang penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) benar, berilah dia hamparan dari surga, (dan berilah dia pakaian dari surga), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga. 
Maka datanglah kepadanya bau dan wangi surga. Dan diluaskan baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang. Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan, “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (kebaikan)”. Maka ruh orang Mukmin itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang shalih”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, tegakkanlah hari kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istriku dan hartaku”.

Pertanyaan ini juga dilontarkan kepada orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 

وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ فَافْرِشُوا لَهُ مِنَ النَّارِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا وَسَمُومِهَا وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ قَبِيحُ الثِّيَابِ مُنْتِنُ الرِّيحِ فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُوءُكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ, فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ فَيَقُولُ رَبِّ لَا تُقِمِ السَّاعَةَ 

Kemudian ruhnya dikembalikan di dalam jasadnya. Dan dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya. Kedua malaikat itu bertanya, “Sipakah Rabbmu?” Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah agamamu?” Dia menjawab, “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?”Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Lalu penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) dusta, berilah dia hamparan dari neraka, dan bukakanlah sebuah pintu untuknya ke neraka." Maka panas neraka dan asapnya datang mendatanginya. Dan kuburnya disempitkan, sehingga tulang-tulang rusuknya berhimpitan. 
Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya, berpakaian buruk, beraroma busuk, lalu mengatakan, “Terimalah kabar yang menyusahkanmu ! Inilah harimu yang telah dijanjikan (keburukan) kepadamu”. Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, janganlah Engkau tegakkan hari kiamat”. [Lihat Shahîhul Jâmi’ no: 1672] 

Dari hadits yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pertanyaan dalam kubur berlaku untuk umum, baik orang Mukmin maupun kafir. 

ADZAB DAN NIKMAT KUBUR
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keberadaan adzab dan nikmat kubur. Hal ini telah disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah. Imam Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah , penulis kitab al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, berkata, “Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasûlullâh tentang keberadaan adzab dan nikmat kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya; Demikian juga pertanyaan dua malaikat. Oleh karena itu, wajib meyakini dan mengimani kepastian ini. Dan kita tidak membicarakan bagaimana caranya, karena akal tidak memahami bagaimana caranya, karena keadaan itu tidak dikenal di dunia ini. Syari’at tidaklah datang membawa perkara yang mustahil bagi akal, tetapi terkadang membawa perkara yang membingungkan akal. Karena kembalinya ruh ke jasad (di alam kubur) tidaklah dengan cara yang diketahui di dunia, namun ruh dikembalikan ke jasad dengan cara yang berlainan dengan yang ada di dunia.” [Kitab Syarah al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, hlm.450; al-Minhah al-Ilâhiyah fii Tahdzîb Syarh ath-Thahâwiyah, hlm. 238]

Kalangan atheis dan orang-orang Islam yang mengikuti pendapat para filosof mengingkari adanya adzab kubur. Mereka beralasan bahwa setelah membongkar kubur, mereka tidak melihat sama sekali apa yang diberitakan oleh nash-nash syariat. Mereka semua tidak mempercayai apa yang di luar jangkauan ilmu mereka. Mereka mengira bahwa penglihatan mereka dapat melihat segala sesuatu dan pendengaran mereka dapat mendengar segala sesuatu, padahal kita saat ini telah mengetahui beberapa rahasia alam yang oleh penglihatan dan pendengaran kita tidak dapat menangkapnya. 

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan membenarkan berita-Nya.

Di dalam al-Qur’ân terdapat isyarat-isyarat yang menunjukkan adanya adzab kubur. Antara lain adalah Firman Allâh Azza wa Jalla tentang Fir’aun dan kaumnya :

وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ ﴿٤٥﴾ النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ 

Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras". [al-Mukmin/40: 45-46]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk”, yaitu tenggelam di lautan, kemudian pindah ke neraka Jahim. "Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, sesungguhnya ruh-ruh mereka dihadapkan ke neraka pada waktu pagi dan petang sampai hari kiamat. Jika hari kiamat telah terjadi ruh dan jasad mereka berkumpul di neraka. Oleh karena inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras", yaitu kepedihannya lebih dahsyat dan siksanya lebih besar. Dan ayat ini merupakan fondasi yang besar dalam pengambilan dalil Ahlus Sunnah terhadap adanya siksaan barzakh di dalam kubur, yaitu firmanNya ‘Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang’. [Tafsir surat al-Mukmin/40: 45-46]

Imam al-Qurthubi t mengatakan, “Mayoritas Ulama menyatakan bahwa penampakan nereka itu terjadi di barzakh, dan itu merupakan dalil penetapan adanya siksa kubur”. [Fathul Bâri 11/233] 

SEBAB-SEBAB SIKSA KUBUR[1] 
Sebab-sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan siksa kubur ada dua bagian, mujmal (global) dan mufash-shal (rinci). Sebabnya secara mujmal (global), yaitu kebodohan terhadap Allâh Azza wa Jalla , menyia-nyiakan perintah-Nya, dan menerjang larangan-Nya. Sedangkan sebabnya secara mufash-shal (rinci), adalah perkara-perkara yang dijelaskan oleh nash-nash sebagai sebab siksa kubur.

Di sini akan kami sebutkan di antara sebab mufash-shal sehingga kita bisa menjauhinya:

1. Namimah, yaitu menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain untuk merusak hubungan mereka.
2. Tidak menutupi diri ketika buang hajat.
3. Ghulul, yaitu mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi oleh imam.
4. Dusta.
5. Memahami al-Qur’ân namun tidak mengamalkannya.
6. Zina
7. Riba
8. Mayit yang ditangisi keluarganya, jika mayit tersebut tidak melarang sebelumnya.

HAL-HAL YANG MENYELAMATKAN DARI SIKSA KUBUR
Perkara yang akan menyelamatkan seseorang dari adzab kubur adalah orang yang mempersiapkan diri sebelum menghadapi kematian yang datang tiba-tiba. Di antara persiapan menghadapi maut adalah segera bertaubat, menunaikan kewajiban syariat, memperbanyak amal shalih, memperbaiki akidah, berjihad, berbuat baik pada orang tua, menyambung silaturahim, dan amal-amal shalih lainnya. Dengan amalan tersebut Allâh Azza wa Jalla memberinya jalan keluar dari tiap kesulitan dan kesusahan.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dengan mengutip hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Abu Hâtim dalam shahih-nya, “Sesungguhnya orang mati dapat mendengar suara langkah kaki orang-orang yang pergi meninggalkannya. Jika ia seorang Mukmin, maka shalat berada di dekat kepalanya, puasa berada di sebelah kanannya, zakat disebelah kirinya, perbuatan baik seperti berkata benar, silaturahim, dan perbuatan baik kepada manusia berada di dekat kaki. Ia lalu didatangi (oleh malaikat) dari arah kepalanya, maka shalat berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari sebelah kanan, maka puasa berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari sebelah kiri, maka zakat berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari arah kedua kakinya, maka perbuatan baik, seperti berkata benar, silaturahim, dan berbuat baik kepada manusia, berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Lalu dikatakan kepadanya, ‘Duduklah.’ Ia pun duduk. Kepadanya ditampakkan bentuk serupa matahari yang hampir terbenam. Ia ditanya, ‘Siapa lelaki ini yang dulu bersama kalian? Apa pendapatmu tentangnya?’ Ia menjawab, ‘Tinggalkan aku, aku ingin shalat.’ Mereka menyahut, ‘Sungguh kamu akan melakukannya, tetapi jawablah pertanyaan kami.’ Ia berkata, ‘Apa pertanyaan kalian?’ Mereka menanyakan, ‘Apa pendapatmu tentang lelaki ini yang dulu bersama kalian? Apa persaksianmu terhadapnya?’ Ia menjawab, ‘Aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allâh, dan dia membawa kebenaran dari Allâh.’ Lalu dikatakan kepadanya, ‘Dengan dasar keimanan itulah kau telah hidup, dan dengan dasar itu kau telah mati, dan dengan dasar itu pula kau akan dibangkitkan, insya Allâh.’ Kemudian dibukakan baginya pintu surga, lalu dikatakan kepadanya, ‘Ini tempat tinggalmu di surga dan segala yang telah Allâh siapkan untukmu.’ Ia bertambah senang dan gembira. Kemudian dibukakan pintu neraka, dan dikatakan, ‘Itu adalah tempat tinggalmu dan segala yang telah Allâh siapkan untukmu (jika kau mendurhakai-Nya).’ Ia bertambah senang dan gembira. Kemudian kuburnya diluaskan seluas tujuh puluh hasta dan diterangi cahaya, jasadnya dikembalikan seperti semula, dan ruhnya dijadikan di dalam penciptaan yang baik, yaitu burung yang bertengger di pohon surga.”

MEMOHON PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH DARI FITNAH DAN ADZAB KUBUR
Fitnah (ujian) dan adzab kubur adalah masalah besar, sehingga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan dari hal itu, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Beliau pun sangat menekankan kepada umatnya untuk memohon perlindungan kepada Allâh dari segala fitnah dan azab kubur.

ORANG-ORANG YANG TERPELIHARA DARI UJIAN DAN SIKSA KUBUR
Sebagian kaum Mukmin yang melakukan amal-amal besar atau tertimpa musibah besar akan terjaga dari fitnah atau ujian dan azab kubur, Diantara mereka :

Pertama : Orang yang mati syahid.
an-Nasâ’i rahimahullah meriwayatkan dalam Sunan-nya bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Ya Rasûlullâh, mengapa kaum Mukmin diuji dalam kubur kecuali yang mati syahid?” Beliau menjawab, “Cukuplah baginya ujian kilatan pedang di atas kepalanya.” [Dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah. Lihat Shahîhul Jâmi’ 4/164]

Kedua : Seseorang yang gugur ketika bertugas jaga di jalan Allah 
Fadhdhalah ibn Ubaid meriwayatkan dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa beliau bersabda, “Setiap orang yang meninggal amalnya ditutup, kecuali yang meninggal ketika bertugas jaga di jalan Allâh. Amalnya terus tumbuh sampai hari kiamat dan ia akan aman dari fitnah kubur.” [HR. Tirmidzi dan Abu Dawud; dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah. Lihat Misykâtul Mashâbîh 2/355]

Ketiga : Seseorang yang meninggal hari Jum’at
Dalam hadits Abdullah ibn Amru, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap Muslim yang meninggal pada hari Jum’at akan dijaga oleh Allah dari fitnah kubur.” [HR. Ahmad dan Tirmidzi; Dinyatakan kuat oleh syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Ahkâmul Janâiz, hlm. 35]

Keempat : Seseorang yang meninggal karena sakit perut
Abdullah bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah duduk bersama Sulaiman bin Shard dan Khalid ibn ‘Urafthah. Mereka menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang meninggal karena sakit perut. Keduanya ingin menyaksikan jenazahnya. Salah satunya mengatakan kepada yang lain, ‘Bukankah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang yang meninggal karena sakit perut tidak akan diadzab di dalam kubur.’ Yang satunya menjawab, ‘Engkau benar.’ [HR. an-Nasa’i dan Tirmidzi; dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah]

(Sumber: al-Qiyâmah Shugra, hlm. 41-72, karya Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar, dengan beberapa tambahan dari rujukan yang lain)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
Lihat al-Qiyâmah Shughra, hlm. 57

http://almanhaj.or.id/content/3830/slash/0/peristiwa-peristiwa-di-alam-kubur/‎ Oleh:Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. [Ali Imrân/3:185]
Allâh Azza wa Jalla memberikan pemberitaan umum kepada seluruh makhluk, bahwa setiap jiwa akan merasakan kematian. Hanya Allâh Yang Maha Hidup, tidak akan mati. Adapun jin, manusia, malaikat, semua akan mati.

Kematian merupakan hakekat yang menakutkan. Dia akan mendatangi seluruh orang yang hidup dan tidak ada yang kuasa menolak maupun menahannya. Maut merupakan ketetapan Allâh Azza wa Jalla . Ini adalah hakekat yang sudah diketahui. Maka sepantasnya kita bersiap diri menghadapinya dengan iman sejati dan amal shalih yang murni.
Di dalam tulisan ini insya Allah akan kami sampaikan beberapa peristiwa yang terjadi di alam kubur sehingga menjadikan kita lebih waspada dalam menjalani kehidupan dunia ini agar selamat di alam kubur.

ALAM KUBUR MENAKUTKAN
Hani’ Radhiyallahu anhu , bekas budak Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu , berkata, "Kebiasaan Utsman Radhiyallahu anhu jika berhenti di sebuah kuburan, beliau menangis sampai membasahi janggutnya. Lalu beliau Radhiyallahu anhu ditanya, ‘Disebutkan tentang surga dan neraka tetapi engkau tidak menangis. Namun engkau menangis dengan sebab ini (melihat kubur), (Mengapa demikian?)’ Beliau, ‘Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (yang artinya) ‘Kubur adalah persinggahan pertama dari (persinggahan-persinggahan) akhirat. Bila seseorang selamat dari (keburukan)nya, maka setelahnya lebih mudah darinya; bila seseorang tidak selamat dari (keburukan)nya, maka setelahnya lebih berat darinya.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ‘Aku tidak melihat suatu pemandangan pun yang lebih menakutkan daripada kubur.’” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah; dihasankan oleh syaikh al-Albâni]

Karena fase setelah kubur lebih mudah bagi yang selamat, maka ketika melihat surga yang disiapkan Allâh Azza wa Jalla dalam kuburnya, seorang Mukmin mengatakan, “Ya Rabb, segerakanlah kiamat agar aku kembali ke keluarga dan hartaku.” Sebaliknya, orang-orang kafir, ketika melihat adzab pedih yang disiapkan Allâh Azza wa Jalla baginya, ia berseru, “Ya Rabb, jangan kau datangkan kiamat.” Karena yang akan datang setelahnya lebih pedih siksanya dan lebih menakutkan.

GELAPNYA ALAM KUBUR
Hal iniditunjukkan oleh hadits shahih :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ - أَوْ شَابًّا - فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عَنْهَا - أَوْ عَنْهُ - فَقَالُوا مَاتَ. قَالَ « أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى ». قَالَ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا - أَوْ أَمْرَهُ - فَقَالَ « دُلُّونِى عَلَى قَبْرِهِ ». فَدَلُّوهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِى عَلَيْهِمْ ».

Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa seorang wanita hitam -atau seorang pemuda- biasa menyapu masjid Nabawi pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendapatinya sehingga beliau n menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia telah meninggal’. Beliau n berkata, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’ Abu Hurairah berkata, ‘Seolah-olah mereka meremehkan urusannya’. Beliau n bersabda, ‘Tunjukkan kuburnya kepadaku’. Lalu mereka menunjukkannya, beliau pun kemudian menyalati wanita itu, lalu bersabda, “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyinarinya bagi mereka dengan shalatku terhadap mereka.” [HR. Bukhari, Muslim, dll]

HIMPITAN ALAM KUBUR
Setelah mayit diletakkan di dalam kubur, maka kubur akan menghimpit dan menjepit dirinya. Tidak seorang pun yang dapat selamat dari himpitannya. Beberapa hadits menerangkan bahwa kubur menghimpit Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu anhu , padahal kematiannya membuat ‘arsy bergerak, pintu-pintu langit terbuka, serta malaikat sebanyak tujuh puluh ribu menyaksikannya. Dalam Sunan an-Nasâ’i diriwayatkan dari Ibn Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

هَذَا الَّذِى تَحَرَّكَ لَهُ الْعَرْشُ وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَشَهِدَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنَ الْمَلاَئِكَةِ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ فُرِّجَ عَنْهُ

Inilah yang membuat ‘arsy bergerak, pintu-pintu langit dibuka, dan disaksikan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Sungguh ia dihimpit dan dijepit (oleh kubur), akan tetapi kemudian dibebaskan.” [Dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah ; Lihat Misykâtul Mashâbîh 1/49; Silsilah ash-Shahîhah, no. 1695]
Dalam Musnad Ahmad diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِياً مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ

Sesungguhnya kubur memiliki himpitan yang bila seseorang selamat darinya, maka (tentu) Saad bin Muâdz telah selamat. [HR. Ahmad, no. 25015; 25400; Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni di dalam Shahîhul Jâmi’ 2/236]

Himpitan kubur in akan menimpa semua orang, termasuk anak kecil. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ الْقَبْرِ لَنَجَا هَذَا الصَّبِيُّ
Seandainya ada seseorang selamat dari himpitan kubur, maka bocah ini pasti selamat [Mu'jam ath-Thabrani dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu dengan sanad shahih dan riwayat ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jâmi, 5/56]

FITNAH (UJIAN) KUBUR
Jika seorang hamba telah diletakkan di dalam kubur, dua malaikat akan mendatanginya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Inilah yang dimaksud dengan fitnah (ujian) kubur. Dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad rahimahullah dari sahabat al-Barro bin ‘Azib Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ:فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ: دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ لَهُ : وَمَا يُدْرِيْكَ ؟ فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ فَيُنَادِي مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ: أَنْ قَدْ صَدَقَ عَبْدِيفَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ (وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ) وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ , قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ قَالَ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ : أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ , فَيَقُولُ لَهُ : مَنْ أَنْتَ , فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ, فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ, فَيَقُولُ: رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي

Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya, lalu keduanya bertanya, “Siapakah Rabbmu ?” Dia (si mayyit) menjawab, “Rabbku adalah Allâh”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apa agamamu?”Dia menjawab: “Agamaku adalah al-Islam”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?” Dia menjawab, “Beliau utusan Allâh”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca kitab Allâh, aku mengimaninya dan membenarkannya”.

Lalu seorang penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) benar, berilah dia hamparan dari surga, (dan berilah dia pakaian dari surga), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga.
Maka datanglah kepadanya bau dan wangi surga. Dan diluaskan baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang. Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan, “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (kebaikan)”. Maka ruh orang Mukmin itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang shalih”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, tegakkanlah hari kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istriku dan hartaku”.
Pertanyaan ini juga dilontarkan kepada orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ فَافْرِشُوا لَهُ مِنَ النَّارِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا وَسَمُومِهَا وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ قَبِيحُ الثِّيَابِ مُنْتِنُ الرِّيحِ فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُوءُكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ, فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ فَيَقُولُ رَبِّ لَا تُقِمِ السَّاعَةَ

Kemudian ruhnya dikembalikan di dalam jasadnya. Dan dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya. Kedua malaikat itu bertanya, “Sipakah Rabbmu?” Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah agamamu?” Dia menjawab, “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?”Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.

Lalu penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) dusta, berilah dia hamparan dari neraka, dan bukakanlah sebuah pintu untuknya ke neraka." Maka panas neraka dan asapnya datang mendatanginya. Dan kuburnya disempitkan, sehingga tulang-tulang rusuknya berhimpitan.
Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya, berpakaian buruk, beraroma busuk, lalu mengatakan, “Terimalah kabar yang menyusahkanmu ! Inilah harimu yang telah dijanjikan (keburukan) kepadamu”. Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, janganlah Engkau tegakkan hari kiamat”. [Lihat Shahîhul Jâmi’ no: 1672]

Dari hadits yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pertanyaan dalam kubur berlaku untuk umum, baik orang Mukmin maupun kafir.

ADZAB DAN NIKMAT KUBUR
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keberadaan adzab dan nikmat kubur. Hal ini telah disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah. Imam Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah , penulis kitab al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, berkata, “Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasûlullâh tentang keberadaan adzab dan nikmat kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya; Demikian juga pertanyaan dua malaikat. Oleh karena itu, wajib meyakini dan mengimani kepastian ini. Dan kita tidak membicarakan bagaimana caranya, karena akal tidak memahami bagaimana caranya, karena keadaan itu tidak dikenal di dunia ini. Syari’at tidaklah datang membawa perkara yang mustahil bagi akal, tetapi terkadang membawa perkara yang membingungkan akal. Karena kembalinya ruh ke jasad (di alam kubur) tidaklah dengan cara yang diketahui di dunia, namun ruh dikembalikan ke jasad dengan cara yang berlainan dengan yang ada di dunia.” [Kitab Syarah al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, hlm.450; al-Minhah al-Ilâhiyah fii Tahdzîb Syarh ath-Thahâwiyah, hlm. 238]

Kalangan atheis dan orang-orang Islam yang mengikuti pendapat para filosof mengingkari adanya adzab kubur. Mereka beralasan bahwa setelah membongkar kubur, mereka tidak melihat sama sekali apa yang diberitakan oleh nash-nash syariat. Mereka semua tidak mempercayai apa yang di luar jangkauan ilmu mereka. Mereka mengira bahwa penglihatan mereka dapat melihat segala sesuatu dan pendengaran mereka dapat mendengar segala sesuatu, padahal kita saat ini telah mengetahui beberapa rahasia alam yang oleh penglihatan dan pendengaran kita tidak dapat menangkapnya.

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan membenarkan berita-Nya.
Di dalam al-Qur’ân terdapat isyarat-isyarat yang menunjukkan adanya adzab kubur. Antara lain adalah Firman Allâh Azza wa Jalla tentang Fir’aun dan kaumnya :

وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ ﴿٤٥﴾ النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras". [al-Mukmin/40: 45-46]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk”, yaitu tenggelam di lautan, kemudian pindah ke neraka Jahim. "Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, sesungguhnya ruh-ruh mereka dihadapkan ke neraka pada waktu pagi dan petang sampai hari kiamat. Jika hari kiamat telah terjadi ruh dan jasad mereka berkumpul di neraka. Oleh karena inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras", yaitu kepedihannya lebih dahsyat dan siksanya lebih besar. Dan ayat ini merupakan fondasi yang besar dalam pengambilan dalil Ahlus Sunnah terhadap adanya siksaan barzakh di dalam kubur, yaitu firmanNya ‘Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang’. [Tafsir surat al-Mukmin/40: 45-46]
Imam al-Qurthubi t mengatakan, “Mayoritas Ulama menyatakan bahwa penampakan nereka itu terjadi di barzakh, dan itu merupakan dalil penetapan adanya siksa kubur”. [Fathul Bâri 11/233]

SEBAB-SEBAB SIKSA KUBUR[1]
Sebab-sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan siksa kubur ada dua bagian, mujmal (global) dan mufash-shal (rinci). Sebabnya secara mujmal (global), yaitu kebodohan terhadap Allâh Azza wa Jalla , menyia-nyiakan perintah-Nya, dan menerjang larangan-Nya. Sedangkan sebabnya secara mufash-shal (rinci), adalah perkara-perkara yang dijelaskan oleh nash-nash sebagai sebab siksa kubur.
Di sini akan kami sebutkan di antara sebab mufash-shal sehingga kita bisa menjauhinya:

1. Namimah, yaitu menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain untuk merusak hubungan mereka.
2. Tidak menutupi diri ketika buang hajat.
3. Ghulul, yaitu mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi oleh imam.
4. Dusta.
5. Memahami al-Qur’ân namun tidak mengamalkannya.
6. Zina
7. Riba
8. Mayit yang ditangisi keluarganya, jika mayit tersebut tidak melarang sebelumnya.

HAL-HAL YANG MENYELAMATKAN DARI SIKSA KUBUR
Perkara yang akan menyelamatkan seseorang dari adzab kubur adalah orang yang mempersiapkan diri sebelum menghadapi kematian yang datang tiba-tiba. Di antara persiapan menghadapi maut adalah segera bertaubat, menunaikan kewajiban syariat, memperbanyak amal shalih, memperbaiki akidah, berjihad, berbuat baik pada orang tua, menyambung silaturahim, dan amal-amal shalih lainnya. Dengan amalan tersebut Allâh Azza wa Jalla memberinya jalan keluar dari tiap kesulitan dan kesusahan.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dengan mengutip hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Abu Hâtim dalam shahih-nya, “Sesungguhnya orang mati dapat mendengar suara langkah kaki orang-orang yang pergi meninggalkannya. Jika ia seorang Mukmin, maka shalat berada di dekat kepalanya, puasa berada di sebelah kanannya, zakat disebelah kirinya, perbuatan baik seperti berkata benar, silaturahim, dan perbuatan baik kepada manusia berada di dekat kaki. Ia lalu didatangi (oleh malaikat) dari arah kepalanya, maka shalat berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari sebelah kanan, maka puasa berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari sebelah kiri, maka zakat berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari arah kedua kakinya, maka perbuatan baik, seperti berkata benar, silaturahim, dan berbuat baik kepada manusia, berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Lalu dikatakan kepadanya, ‘Duduklah.’ Ia pun duduk. Kepadanya ditampakkan bentuk serupa matahari yang hampir terbenam. Ia ditanya, ‘Siapa lelaki ini yang dulu bersama kalian? Apa pendapatmu tentangnya?’ Ia menjawab, ‘Tinggalkan aku, aku ingin shalat.’ Mereka menyahut, ‘Sungguh kamu akan melakukannya, tetapi jawablah pertanyaan kami.’ Ia berkata, ‘Apa pertanyaan kalian?’ Mereka menanyakan, ‘Apa pendapatmu tentang lelaki ini yang dulu bersama kalian? Apa persaksianmu terhadapnya?’ Ia menjawab, ‘Aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allâh, dan dia membawa kebenaran dari Allâh.’ Lalu dikatakan kepadanya, ‘Dengan dasar keimanan itulah kau telah hidup, dan dengan dasar itu kau telah mati, dan dengan dasar itu pula kau akan dibangkitkan, insya Allâh.’ Kemudian dibukakan baginya pintu surga, lalu dikatakan kepadanya, ‘Ini tempat tinggalmu di surga dan segala yang telah Allâh siapkan untukmu.’ Ia bertambah senang dan gembira. Kemudian dibukakan pintu neraka, dan dikatakan, ‘Itu adalah tempat tinggalmu dan segala yang telah Allâh siapkan untukmu (jika kau mendurhakai-Nya).’ Ia bertambah senang dan gembira. Kemudian kuburnya diluaskan seluas tujuh puluh hasta dan diterangi cahaya, jasadnya dikembalikan seperti semula, dan ruhnya dijadikan di dalam penciptaan yang baik, yaitu burung yang bertengger di pohon surga.”

MEMOHON PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH DARI FITNAH DAN ADZAB KUBUR
Fitnah (ujian) dan adzab kubur adalah masalah besar, sehingga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan dari hal itu, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Beliau pun sangat menekankan kepada umatnya untuk memohon perlindungan kepada Allâh dari segala fitnah dan azab kubur.

ORANG-ORANG YANG TERPELIHARA DARI UJIAN DAN SIKSA KUBUR
Sebagian kaum Mukmin yang melakukan amal-amal besar atau tertimpa musibah besar akan terjaga dari fitnah atau ujian dan azab kubur, Diantara mereka :
Pertama : Orang yang mati syahid.
an-Nasâ’i rahimahullah meriwayatkan dalam Sunan-nya bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Ya Rasûlullâh, mengapa kaum Mukmin diuji dalam kubur kecuali yang mati syahid?” Beliau menjawab, “Cukuplah baginya ujian kilatan pedang di atas kepalanya.” [Dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah. Lihat Shahîhul Jâmi’ 4/164]

Kedua : Seseorang yang gugur ketika bertugas jaga di jalan Allah
Fadhdhalah ibn Ubaid meriwayatkan dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa beliau bersabda, “Setiap orang yang meninggal amalnya ditutup, kecuali yang meninggal ketika bertugas jaga di jalan Allâh. Amalnya terus tumbuh sampai hari kiamat dan ia akan aman dari fitnah kubur.” [HR. Tirmidzi dan Abu Dawud; dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah. Lihat Misykâtul Mashâbîh 2/355]
Ketiga : Seseorang yang meninggal hari Jum’at

Dalam hadits Abdullah ibn Amru, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap Muslim yang meninggal pada hari Jum’at akan dijaga oleh Allah dari fitnah kubur.” [HR. Ahmad dan Tirmidzi; Dinyatakan kuat oleh syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Ahkâmul Janâiz, hlm. 35]
Keempat : Seseorang yang meninggal karena sakit perut
Abdullah bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah duduk bersama Sulaiman bin Shard dan Khalid ibn ‘Urafthah. Mereka menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang meninggal karena sakit perut. Keduanya ingin menyaksikan jenazahnya. Salah satunya mengatakan kepada yang lain, ‘Bukankah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang yang meninggal karena sakit perut tidak akan diadzab di dalam kubur.’ Yang satunya menjawab, ‘Engkau benar.’ [HR. an-Nasa’i dan Tirmidzi; dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah]

(Sumber: al-Qiyâmah Shugra, hlm. 41-72, karya Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar, dengan beberapa tambahan dari rujukan yang lain)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
Lihat al-Qiyâmah Shughra, hlm. 57
http://almanhaj.or.id/content/3830/slash/0/peristiwa-peristiwa-di-alam-kubur/

Selasa, 15 April 2014

Keyakinan Keliru Tentang Gerhana

 Banyak masyarakat awam yang tidak paham bagaimana menghadapi fenomena alami ini. Banyak di antara mereka yang mengaitkan kejadian alam ini dengan mitos-mitos dan keyakinan khurofat yang menyelisihi aqidah yang benar.

Di antaranya, ada yang meyakini bahwa di saat terjadinya gerhana, ada sesosok raksasa besar yang sedang berupaya menelan matahari sehingga wanita yang hamil disuruh bersembunyi di bawah tempat tidur dan masyarakat menumbuk lesung dan alu untuk mengusir raksasa.

Ada juga masyarakat yang meyakini bahwa bulan dan matahari adalah sepasang kekasih, sehingga apabila mereka berdekatan maka akan saling memadu kasih sehingga timbullah gerhana sebagai bentuk percintaan mereka. Sebagian masyarakat seringkali mengaitkan peristiwa gerhana dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membantah keyakinan orang Arab tadi. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)

Memang pada saat terjadinya gerhana matahari, bertepatan dengan meninggalnya anak Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang bernama Ibrahim. Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, beliau berkata,

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ، فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ »

”Di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari ketika hari kematian Ibrahim. Kemudian orang-orang mengatakan bahwa munculnya gerhana ini karena kematian Ibrahim. Lantas Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalat dan berdo’alah.’” (HR. Bukhari no. 1043)

Ibrahim adalah anak dari budak Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang bernama Mariyah Al Qibthiyyah Al Mishriyyah. Ibrahim hidup selama 18 bulan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki anak kecuali dari Khadijah dan budak ini. Tatkala Ibrahim meninggal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetaskan air mata dan begitu sedih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan ketika kematian anaknya ini,

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ ، وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا ، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

”Air mata ini mengalir dan hati ini bersedih. Kami tidak mengatakan kecuali yang diridhoi Allah. Sungguh -wahai Ibrahim-karena kepergianmu ini, kami bersedih.” (HR. Bukhari no. 1303) (Lihat Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, 2/305, Darul Atsar, cetakan pertama, 1425 H)

Itulah keyakinan-keyakinan keliru yang seharusnya tidak dimiliki seorang muslim ketika terjadi fenomena semacam ini. Selanjutnya kami akan menjelaskan mengenai gerhana, shalat gerhana dan hal-hal yang mesti kita lakukan ketika itu. Kami tidak ingin berpanjang-panjang lebar mengenai hal ini. Kami cukup menyampaikan secara ringkas, sehingga pembaca bisa lebih mudah memahami

Apa yang Dimaksud Dengan Gerhana Matahari?
Kalau dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang pernah kita pelajari dahulu, fenomena gerhana matahari adalah seperti pada gambar ini.

Posisi gerhana matahari adalah bulan berada di tengah-tengah antara matahari dan bumi. Jadi, bulan ketika itu menghalangi sinar matahari yang akan sampai ke bumi. Ini gambaran singkat mengenai gerhana matahari.
Menurut pakar bahasa Arab, mereka mengatakan bahwa kusuf adalah terhalangnya cahaya matahari atau berkurangnya cahaya matahari disebabkan bulan yang terletak di antara matahari dan bumi. Inilah yang dimaksud gerhana matahari. Sedangkan khusuf adalah sebutan untuk gerhana bulan. (Al Mu’jamul Wasith, hal. 823)

Jadi ada dua istilah dalam pembahasan gerhana yaitu kusuf dan khusuf. Kusuf adalah gerhana matahari, sedangkan khusuf adalah gerhana bulan.
Definisi yang tepat jika kita katakan: Kalau kusuf dan khusuf tidak disebut berbarengan maka kusuf dan khusuf bermakna satu yaitu gerhana matahari atau gerhana bulan. Namun kalau kusuf dan khusuf disebut berbarengan, maka kusuf bermakna gerhana matahari, sedangkan khusuf bermakna gerhana bulan. (Lihat Syarhul Mumthi’ ’ala Zadil Mustaqni’, 2/424, Dar Ibnul Haitsam)

Pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin inilah yang akan ditemukan dalam beberapa hadits. Kadang dalam suatu hadits menggunakan kata khusuf, namun yang dimaksudkan adalah gerhana matahari atau gerhana bulan karena khusuf pada saat itu disebutkan tidak berbarengan dengan kusuf.
Wajib atau Sunnahkah Shalat Gerhana?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat ditekankan). Namun, menurut Imam Abu Hanifah, shalat gerhana dihukumi wajib. Imam Malik sendiri menyamakan shalat gerhana dengan shalat Jum’at. Kalau kita timbang-timbang, ternyata para ulama yang menilai wajib memiliki dalil yang kuat. Karena dari hadits-hadits yang menceritakan mengenai shalat gerhana mengandung kata perintah (jika kalian melihat gerhana tersebut, shalatlah: kalimat ini mengandung perintah).

Padahal menurut kaedah ushul fiqih, hukum asal perintah adalah wajib. Pendapat yang menyatakan wajib inilah yang dipilih oleh Asy Syaukani, Shodiq Khoon, dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.
Para Ulama Berbeda Pendapat Mengenai Hukum Shalat Gerhana Bulan
Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah mu’akkad sebagaimana shalat gerhana matahari (ini bagi yang menganggap shalat gerhana matahari adalah sunnah mu’akkad, pen) dan dilakukan secara berjama’ah. Inilah pendapat yang dipilih oleh Asy Syafi’i, Ahmad, Daud, dan Ibnu Hazm. Pendapat ini juga dipilih oleh ’Atho’, Al Hasan, An Nakho’i dan Ishaq, bahkan pendapat ini diriwayatkan pula dari Ibnu ’Abbas.

Pendapat kedua yang menyatakan bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah seperti shalat sunnah biasa yaitu dilakukan tanpa ada tambahan ruku’ (lihat penjelasan mengeanai tata cara shalat gerhana selanjutnya, pen). Menurut pendapat ini, shalat gerhana bulan tidak perlu dilakukan secara berjama’ah. Inilah pendapat Abu Hanifah dan Malik.

Manakah yang lebih kuat? Pendapat pertama dinilai lebih kuat, karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan untuk shalat ketika melihat kedua gerhana tersebut tanpa beliau bedakan (Lihat pembahasan ini di Shohih Fiqh Sunnah, 1/432-433, Al Maktabah At Taufiqiyah). Juga ada dalil yang mendukung pendapat pertama tadi. Dalilnya adalah:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

”Jika kalian melihat kedua gerhana yaitu gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan shalat.” (HR. Bukhari no. 1047)

Kita kembali lagi pada pembahasan di atas. Kami nilai sendiri bahwa shalat gerhana adalah wajib sebagaimana yang juga dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’.
Kalau ada yang mengatakan bahwa shalat yang wajib itu hanyalah shalat lima waktu saja. Maka para ulama yang menyatakan wajibnya shalat gerhana akan menyanggah, “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyebut shalat lima waktu itu wajib karena shalat tersebut berulang di setiap waktu dan tempat (maksudnya: shalat lima waktu adalah shalat yang diwajibkan setiap saat dan bukan karena sebab, pen). Adapun shalat gerhana dan tahiyatul masjid (bagi yang menilai hukum shalat tahiyatul masjid adalah wajib) atau shalat semacam itu, maka shalat-shalat ini wajib karena ada sebab tertentu. Maka shalat-shalat ini bukan seperti shalat wajib mutlaq (maksudnya: berbeda dengan shalat lima waktu). Misalnya saja ada seseorang bernadzar akan menunaikan shalat dua raka’at. Shalat karena nadzar ini wajib dia kerjakan walaupun shalat tersebut bukan shalat lima waktu. Shalat ini wajib dikerjakan karena sebab dia bernadzar. Jadi, shalat yang wajib karena sebab tertentu tidak seperti shalat wajib muthlaq yang tanpa sebab.”

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Inilah pendapat yang kami nilai kuat. Namun sangat disayangkan orang-orang malah lebih senang melihat fenomena gerhana matahari atau gerhana bulan dan mereka tidak memperhatikan kewajiban yang satu ini. Semua hanya sibuk dengan dagangan, hanya berfoya-foya atau sibuk di ladang. Kami takutkan, mungkin saja gerhana ini adalah tanda diturunkannya adzab sebagaimana yang Allah takut-takuti melalui gerhana ini. Kesimpulannya, pendapat yang menyatakan wajib lebih kuat daripada yang menyatakan sekedar dianjurkan.” (Lihat penjelasan yang sangat menarik ini di Syarhul Mumthi’, 2/429)

Jadi bagi siapa saja yang melihat gerhana, maka dia wajib menunaikan shalat gerhana. Wallahu a’lam, wal ’ilmu ’indallah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk melaksanakannya.
Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana
Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai gerhana tersebut hilang.
Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ

”Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).” (HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904)

Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk shalat. Jadi, jika gerhana muncul setelah Ashar, padahal waktu tersebut adalah waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tetap boleh dilaksanakan. Dalilnya adalah:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

”Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan shalat.” (HR. Bukhari no. 1047).

Dalam hadits ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja melihat gerhana termasuk waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tersebut tetap dilaksanakan.
-bersambung insya Allah-
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.idhttp://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seputar-gerhana-matahari.html

Jumat, 04 April 2014

Hukum Memilih Caleg Non Muslim

Apakah boleh memilih caleg non muslim dalam Pemilu nanti?
Berikut Fatwa no. 7796, Soal no. 3 dari Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
(Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)
س3: هل يجوز للمسلم أن يدلي بصوته في الانتخابات، وهل يجوز إدلاء صوته لصالح الكفار.
ج3: لا يجوز التصويت من المسلمين لصالح الكفار؛ لأن في ذلك رفعة لهم، وإعزازا لشأنهم، وسبيلا لهم على المسلمين، وقد قال الله تعالى: { وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا } (1)
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو … عضو … نائب رئيس اللجنة … الرئيس
عبد الله بن قعود … عبد الله بن غديان … عبد الرزاق عفيفي … عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Soal:

Apakah boleh bagi seorang muslim memberikan suara (baca: nyoblos) dalam pemilu? Apakah boleh memberikan suara kepada caleg non-muslim (yang kafir)?

Jawab:

Kaum muslimin tidak boleh memberikan suara kepada calon non muslim. Tindakan tersebut berarti memuliakan dan meninggikan posisi orang kafir serta memberi jalan bagi orang kafir agar bisa menguasai kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 141)

Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga shalawat dan salam dari Allah tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
[Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, dan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai ketua]

Ada yang berdalil dengan kesahan memilih caleg non-muslim dengan hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, di mana ia bercerita,
وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia adalah seorang beragama kafir Quraisy. (HR. Bukhari no. 2264). Ini memang menjadi dalil para ulama akan bolehnya mempekerjakan orang kafir. Namun pembolehannya dengan syarat:

1- Orang kafir tidak memiliki kekuasaan menguasai kaum muslimin
2- Orang kafir tidak merasa di atas kaum muslimin.
Jadi sah-sah saja jika mempekerjakan orang kafir di pabrik atau untuk proyek pembangunan. Sebagaimana Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bekerjasama dalam mudhorobah (usaha bagi hasil) untuk mengurus tanaman dengan seorang Yahudi dari Khoibar. Yahudi tersebut lalu mendapatkan separuh dari hasil panen. Adapun jika mempekerjakan non-muslim lantas mereka memiliki kekuasaan pada kaum muslimin atau mereka bisa mengorek berita-berita kaum muslimin, maka seperti ini tidak dibolehkan. Lihat Tadzhib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 238, karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin.
Jika kita melihat kembali hadits Bukhari yang disebutkan di atas, diterangkan bahwa non-muslim tersebut bertindak sebagai penunjuk jalan saja, bukan ingin memperjuangkan Islam. Itu pun termasuk bentuk tolong menolong yang mubah selama syarat di atas yang kami sebutkan terpenuhi.

Sedangkan dalam hal Pemilu, jika caleg non-muslim yang dipilih, maka mustahil ia bisa memperjuangkan Islam di negeri minoritas muslim. Jika yang muslim saja tidak bisa memperjuangkan dakwah Islam di negeri minoritas, bagaimana sampai mengharap dari non-muslim? Apa jika caleg non-muslim terpilih bisa mengajak masyarakat muslim untuk shalat dan menunaikan kewajiban yang lain? Lebih aneh lagi jika yang jadi caleg adalah seorang pendeta dan ia disuruh menyuarakan Islam. Padahal kita tahu sendiri bahwa pendeta itulah yang paling benci pada Islam. Lantas bagaimana bisa jadi penolong atau mau dianalogikan dengan penunjuk jalan di atas?!

Ditambah lagi jika kita kembali di awal dengan mengkritik sistem demokrasi yang jelas menyelisihi prinsip Islam. Dan tidak pernah di negeri kita ini dijumpai patai yang memperjuangkan Islam dengan masuk Parlemen bisa berhasil menegakkan syari’at Islam di tanah air. Bagaimana mungkin para kyai bisa mengalahkan para preman lewat sistem demokrasi yang menghalalkan segala cara?!
Yang bisa menyadari hal ini jika ia masih membuka hati dan menerima kebenaran.
Hanya Allah yang memberi hidayah dan taufik.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 13 Jumadal Akhiroh 1434 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Akan segera hadir buku Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal terbaru: “Kenapa Masih Enggan Shalat?” seharga Rp.16.000,-. Silakan lakukan pre order dengan format: Buku enggan shalat# nama pemesan# alamat# no HP# jumlah buku, lalu kirim sms ke 0852 00 171 222.

Jumat, 28 Maret 2014

Salah satu tanda Kiamat yang besar adalah munculnya Imam Mahdi

Salah satu tanda Kiamat yang besar adalah munculnya Imam Mahdi. Ahlus Sunnah memahami Imam Mahdi sebagai berikut: [1]

Di akhir zaman akan muncul seorang laki-laki dari Ahlul Bait. Allah memberi kekuatan kepada agama Islam dengannya. Dia memerintah selama 7 tahun, memenuhi dunia dengan keadilan setelah (sebelumnya) dipenuhi oleh kezhaliman dan kezhaliman. Ummat di zamannya akan diberikan kenikmatan yang belum pernah diberikan kepada selainnya. Bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya, langit menurunkan hujan, dan dilimpahkan harta yang banyak.

Orang ini mempunyai nama seperti nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan nama ayahnya seperti nama ayah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi, namanya Muhammad atau Ahmad bin ‘Abdullah. Dia dari keturunan Fathimah binti Muhammad dari anaknya Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhum. Di antara ciri-ciri fisiknya adalah lebar dahinya, dan mancung hidungnya.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Al-Mahdi akan muncul dari arah timur, bukan dari Sirdab Samira’ sebagaimana yang disangka oleh kaum Syi’ah (Rafidhah). Mereka menunggu sampai sekarang, padahal persangkaan mereka itu adalah igauan semata, pemikiran yang sangat lemah dan gila yang dimasukkan oleh syaithan. Persangkaan mereka tidak mempunyai alasan baik dari Al-Qur-an maupun As-Sunnah, bahkan tidak sesuai dengan akal yang sehat.”[2]

Di antara dalil dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih tentang munculnya al-Mahdi adalah:

Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

يَخْرُجُ فِي آخِرِ أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ، يُسْقِيْهِ اللهُ الْغَيْثَ، وَتُخْرِجُ اْلأَرْضُ نَبَاتَهاَ، وَيُعْطِى الْمَالَ صِحَاحًا، وَتَكْثُرُ الْمَاشِيَةُ، وَتَعْظُمُ اْلأُمَّةُ، يَعِيْشُ سَبْعاً أَوْ ثَمَانِيًا.

“Al-Mahdi akan keluar di akhir kehidupan umatku, Allah akan menurunkan hujan kepadanya sehingga, bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya, diberikan kepadanya harta yang melimpah, semakin banyak binatang ternak, dan pada saat itu ummat semakin mulia, dan ia memerintah selama 7 atau 8 tahun.” [3]

Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:

اَلْمَهْدِيُّ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ، يُصْلِحُهُ اللهُ فِيْ لَيْلَةٍ.

“Al-Mahdi berasal dari Ahlul Bait, Allah memperbaikinya dalam satu malam.” [4]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اَلْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي، مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ.

“Al-Mahdi berasal dari keturunanku, dari anak Fathimah.” [5]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا أَوْ لاَ تَنْقَضِي الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ يُوَاطِىءُ اِسْمُهُ اسْمِيْ.

“Tidak akan lenyap atau tidak akan sirna dunia ini, hingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang laki-laki dari keturunanku, yang namanya sama seperti namaku.” [6]

Dalam riwayat yang lain disebutkan: “...Dan nama ayahnya seperti nama ayahku.” [7]

كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ، وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟

“Bagaimana dengan kalian, apabila Nabi ‘Isa bin Maryam turun kepada kalian, sedangkan imam kalian dari kalangan kalian sendiri.” [8]

Hadits ini menunjukkan bahwa Imam Mahdi adalah sebagai Imam kaum Muslimin pada waktu itu, termasuk Nabi ‘Isa Alaihissallam bermakmum kepadanya.

Hadits-hadits tentang Imam Mahdi mutawatir. [9]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat keterangan lebih lengkap di an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim oleh Ibnu Katsir, Asyraathus Saa’ah (hal. 249-273) oleh Dr. Yusuf bin ‘Abdillah al-Wabil.
[2]. Lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim (hal. 26) oleh Ibnu Katsir.
[3]. HR. Al-Hakim (IV/557-558), dikatakan bahwa hadits ini shahih disepakati oleh Dzahabi, dari Sahabat Abi Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 711).
[4]. HR. Ibnu Majah (no. 4085), Ahmad (I/84), dari Sahabat ‘Ali Radhiyallahu anhu. Hadits ini di-shahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Tahqiiq Musnad Imaam Ahmad (no. 645) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2371).
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4284), Ibnu Majah (no. 4086), al-Hakim (IV/557), dari Ummu Salamah x. Lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir (no. 6734).
[6]. HR. At-Tirmidzi (no. 2230), Abu Dawud (no. 4282) dan Ahmad (I/377, 430) dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dan lafazh ini milik Ahmad. Dikatakan shahih menurut Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Ahmad (no. 3573).
[7]. Lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir (no. 5304) dan Asyraathus Saa’ah (hal. 256).
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 3449) dan Muslim (no. 155 (244)), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
[9]. Lihat Asyraathus Saa’ah oleh Dr. Yusuf bin ‘Abdillah al-Wabil (hal. 259-265).

Kedua puluh delapan:
KELUARNYA DAJJAL [1]

Pemahaman Ahlus Sunnah tentang Dajjal sebagai berikut:

1. Siapakah Dajjal?
Dajjal adalah seorang anak Adam yang mempunyai ciri-ciri yang jelas, akan dapat dikenali oleh setiap mukmin apabila ia telah keluar, sehingga mereka tidak terkena fitnahnya. Fitnah Dajjal adalah fitnah yang paling besar di muka bumi.

2. Di Antara Ciri-Ciri Dajjal
Seorang yang masih muda, wajahnya merah, pendek, kakinya bengkok, rambutnya keriting, mata sebelah kanannya buta (menonjol keluar) bagaikan buah anggur yang mengapung, di atas mata kirinya ada daging tumbuh, tertulis di antara kedua matanya: ك ف ر /كافر (kafir) dapat dibaca oleh setiap Mukmin yang bisa baca tulis dan yang tidak bisa baca tulis. Dajjal adalah seorang yang mandul tidak mempunyai anak.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ وَقَدْ أَنْذَرَ أُمَّتَهُ اْلأَعْوَرَ الْكَذَّابَ: أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، مَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: ك ف ر (يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُسْلِمٍ).

“Tidak ada seorang Nabi pun kecuali telah memperingatkan ummatnya tentang Dajjal yang buta sebelah lagi pendusta. Ketahuilah bahwa Dajjal matanya buta sebelah sedangkan Allah tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya: ك ف ر / كافر (kafir) -yang mampu dibaca oleh setiap Muslim-.” [2]

3.Tempat Keluarnya Dajjal
Dajjal akan muncul dari arah timur dari Khurasan (sekarang terletak di Iran timur) dengan diiringi 70.000 orang Yahudi Ashbahan (sebuah kota di tengah Iran).[3]

4. Tempat yang Dimasuki Dajjal
Dajjal berjalan di muka bumi dengan cepat seperti hujan yang ditiup angin, ia masuk ke setiap negeri kecuali Makkah dan Madinah karena (kedua kota tersebut) dijaga para Malaikat. Ketika ia tidak dapat masuk Madinah, maka kota Madinah berguncang tiga kali, lalu keluarlah orang kafir dan munafiq, kaum munafiq laki-laki dan perempuan (keluar) menuju Dajjal [4]. Dalam riwayat lain, keluarlah orang munafiq laki-laki dan perempuan, dan fasiq laki-laki dan perempuan menuju Dajjal, itulah Yaumul Khalash (hari Pembebasan) [5]. Di riwayat yang lain, Dajjal tidak dapat masuk ke empat masjid yaitu,

Masjid al-Haram, Masjid Nabawy, Masjid al-Aqsha, dan Masjid ath-Thuur. [6]

5. Keberadaan Dajjal di Muka Bumi
Dajjal berada di muka bumi selama 40 hari. Sehari seperti setahun, sehari seperti sebulan, sehari seperti sepekan, dan sisa-nya seperti hari-hari biasa. [7]

6. Fitnah Dajjal
Fitnah Dajjal merupakan fitnah yang paling besar sejak Allah ciptakan Adam sampai hari Kiamat [8]. Dajjal membawa dua sungai yang mengalir, salah satunya terlihat air putih, dan yang lainnya terlihat api yang menyala-nyala, apabila seseorang mendapati hal itu hendaklah ia masuk ke sungai yang tampak api, pejamkan mata, tundukkan kepala, minumlah! Itu adalah air yang sejuk. [9] Dajjal mengaku sebagai rabb, menyuruh hujan untuk turun, lalu turun, menyuruh bumi untuk menumbuhkan tanaman, lalu tumbuh tanaman, menghidupkan orang mati dan yang lainnya sebagai fitnah bagi kaum Muslimin.[10]

7. Dibunuhnya Dajjal
Dajjal akan dibunuh oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam di Bab Ludd (suatu desa di dekat Baitul Maqdis, di Palestina).[11]

8. Penjagaan Diri dari Fitnah Dajjal
1. Berlindung kepada Allah dari fitnahnya, setiap selesai dari tasyahhud akhir setiap shalat.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ اْلآخِرِ، فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.

“Apabila seseorang di antara kalian telah selesai tasyahhud akhir, maka berlindunglah kepada Allah dari empat hal: (1) dari adzab Jahannam, (2) dari adzab kubur, (3) fitnah hidup dan mati, serta (4) dari kejahatan fitnah al-Masih ad-Dajjal.” [12]

Do’a perlindungan dari fitnah Dajjal yang dibaca setelah tasyahhud akhir setiap shalat adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati, serta dari kejahatan fitnah al-Masih ad-Dajjal.” [13]

2. Menghafal sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْكَهْفِ، عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ.

“Barangsiapa yang hafal sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi, dia terjaga dari fitnah Dajjal.” [14]

Pada riwayat yang lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

...فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُوْرَةِ الْكَهْفِ فَإِنَّهَا جِوَارُكُمْ مِنْ فِتْنَتِهِ ...

“Barangsiapa di antara kalian yang mengetahui fitnah Dajjal, maka bacalah beberapa ayat pada awal surat al-Kahfi, karena sesungguhnya itu akan melindungi kalian dari fitnahnya (Dajjal).” [15]

3. Menjauhi tempat fitnah dan tidak mengikutinya.

4. Tinggal di Makkah dan Madinah.
Imam an-Nawawi rahimahullah [16] di dalam Syarah Shahiih Muslim menukilkan perkataan al-Qadhi Iyadh rahimahullah [17]: “Hadits-hadits tentang Dajjal merupakan hujjah Ahlus Sunnah tentang keshahihan adanya Dajjal. Bahwa ia merupakan sosok tertentu yang dengannya Allah menguji para hamba-Nya.”

Allah membekalinya dengan kemampuan untuk melakukan banyak hal, seperti menghidupkan mayat yang telah dibunuhnya. Ia (Dajjal) seolah-olah dapat menciptakan segala kemewahan dunia, sungai-sungai, Surga dan Neraka, tunduknya segala kekayaan bumi padanya, memerintahkan langit untuk menurunkan hujan maka terjadilah hujan, memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tumbuhan, maka tumbuhlah. Semua itu atas kehendak Allah. Kemudian ia dilemahkan, sehingga tidak mampu untuk membunuh seorang pun juga dan membatalkan perintahnya. Akhirnya terbunuh di tangan ‘Isa bin Maryam. Pemahaman ini ditentang dan diingkari oleh Khawarij dan Jahmiyah serta sebagian dari kaum Mu’tazilah.” [18]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Keterangan lebih lanjut lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim oleh Ibnu Katsir, Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa Alaihissallam wa Qatlihi Iyyaahu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dan Asyraathus Saa’ah oleh Dr. Yusuf al-Wabil (hal. 275-335). http://almanhaj.or.id/content/3216/slash/0/munculnya-imam-mahdi-keluarnya-dajjal/Salah satu tanda Kiamat yang besar adalah munculnya Imam Mahdi. Ahlus Sunnah memahami Imam Mahdi sebagai berikut: [1]
Di akhir zaman akan muncul seorang laki-laki dari Ahlul Bait. Allah memberi kekuatan kepada agama Islam dengannya. Dia memerintah selama 7 tahun, memenuhi dunia dengan keadilan setelah (sebelumnya) dipenuhi oleh kezhaliman dan kezhaliman. Ummat di zamannya akan diberikan kenikmatan yang belum pernah diberikan kepada selainnya. Bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya, langit menurunkan hujan, dan dilimpahkan harta yang banyak.

Orang ini mempunyai nama seperti nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan nama ayahnya seperti nama ayah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi, namanya Muhammad atau Ahmad bin ‘Abdullah. Dia dari keturunan Fathimah binti Muhammad dari anaknya Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhum. Di antara ciri-ciri fisiknya adalah lebar dahinya, dan mancung hidungnya.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Al-Mahdi akan muncul dari arah timur, bukan dari Sirdab Samira’ sebagaimana yang disangka oleh kaum Syi’ah (Rafidhah). Mereka menunggu sampai sekarang, padahal persangkaan mereka itu adalah igauan semata, pemikiran yang sangat lemah dan gila yang dimasukkan oleh syaithan. Persangkaan mereka tidak mempunyai alasan baik dari Al-Qur-an maupun As-Sunnah, bahkan tidak sesuai dengan akal yang sehat.”[2]

Di antara dalil dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih tentang munculnya al-Mahdi adalah:
Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

يَخْرُجُ فِي آخِرِ أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ، يُسْقِيْهِ اللهُ الْغَيْثَ، وَتُخْرِجُ اْلأَرْضُ نَبَاتَهاَ، وَيُعْطِى الْمَالَ صِحَاحًا، وَتَكْثُرُ الْمَاشِيَةُ، وَتَعْظُمُ اْلأُمَّةُ، يَعِيْشُ سَبْعاً أَوْ ثَمَانِيًا.

“Al-Mahdi akan keluar di akhir kehidupan umatku, Allah akan menurunkan hujan kepadanya sehingga, bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya, diberikan kepadanya harta yang melimpah, semakin banyak binatang ternak, dan pada saat itu ummat semakin mulia, dan ia memerintah selama 7 atau 8 tahun.” [3]
Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:

اَلْمَهْدِيُّ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ، يُصْلِحُهُ اللهُ فِيْ لَيْلَةٍ.

“Al-Mahdi berasal dari Ahlul Bait, Allah memperbaikinya dalam satu malam.” [4]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اَلْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي، مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ.

“Al-Mahdi berasal dari keturunanku, dari anak Fathimah.” [5]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا أَوْ لاَ تَنْقَضِي الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ يُوَاطِىءُ اِسْمُهُ اسْمِيْ.

“Tidak akan lenyap atau tidak akan sirna dunia ini, hingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang laki-laki dari keturunanku, yang namanya sama seperti namaku.” [6]

Dalam riwayat yang lain disebutkan: “...Dan nama ayahnya seperti nama ayahku.” [7]

كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ، وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟

“Bagaimana dengan kalian, apabila Nabi ‘Isa bin Maryam turun kepada kalian, sedangkan imam kalian dari kalangan kalian sendiri.” [8]

Hadits ini menunjukkan bahwa Imam Mahdi adalah sebagai Imam kaum Muslimin pada waktu itu, termasuk Nabi ‘Isa Alaihissallam bermakmum kepadanya.
Hadits-hadits tentang Imam Mahdi mutawatir. [9]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat keterangan lebih lengkap di an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim oleh Ibnu Katsir, Asyraathus Saa’ah (hal. 249-273) oleh Dr. Yusuf bin ‘Abdillah al-Wabil.
[2]. Lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim (hal. 26) oleh Ibnu Katsir.
[3]. HR. Al-Hakim (IV/557-558), dikatakan bahwa hadits ini shahih disepakati oleh Dzahabi, dari Sahabat Abi Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 711).
[4]. HR. Ibnu Majah (no. 4085), Ahmad (I/84), dari Sahabat ‘Ali Radhiyallahu anhu. Hadits ini di-shahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Tahqiiq Musnad Imaam Ahmad (no. 645) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2371).
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4284), Ibnu Majah (no. 4086), al-Hakim (IV/557), dari Ummu Salamah x. Lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir (no. 6734).
[6]. HR. At-Tirmidzi (no. 2230), Abu Dawud (no. 4282) dan Ahmad (I/377, 430) dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dan lafazh ini milik Ahmad. Dikatakan shahih menurut Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Ahmad (no. 3573).
[7]. Lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir (no. 5304) dan Asyraathus Saa’ah (hal. 256).
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 3449) dan Muslim (no. 155 (244)), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
[9]. Lihat Asyraathus Saa’ah oleh Dr. Yusuf bin ‘Abdillah al-Wabil (hal. 259-265).

Kedua puluh delapan:
KELUARNYA DAJJAL [1]

Pemahaman Ahlus Sunnah tentang Dajjal sebagai berikut:
1. Siapakah Dajjal?
Dajjal adalah seorang anak Adam yang mempunyai ciri-ciri yang jelas, akan dapat dikenali oleh setiap mukmin apabila ia telah keluar, sehingga mereka tidak terkena fitnahnya. Fitnah Dajjal adalah fitnah yang paling besar di muka bumi.

2. Di Antara Ciri-Ciri Dajjal
Seorang yang masih muda, wajahnya merah, pendek, kakinya bengkok, rambutnya keriting, mata sebelah kanannya buta (menonjol keluar) bagaikan buah anggur yang mengapung, di atas mata kirinya ada daging tumbuh, tertulis di antara kedua matanya: ك ف ر /كافر (kafir) dapat dibaca oleh setiap Mukmin yang bisa baca tulis dan yang tidak bisa baca tulis. Dajjal adalah seorang yang mandul tidak mempunyai anak.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ وَقَدْ أَنْذَرَ أُمَّتَهُ اْلأَعْوَرَ الْكَذَّابَ: أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، مَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: ك ف ر (يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُسْلِمٍ).

“Tidak ada seorang Nabi pun kecuali telah memperingatkan ummatnya tentang Dajjal yang buta sebelah lagi pendusta. Ketahuilah bahwa Dajjal matanya buta sebelah sedangkan Allah tidak buta sebelah. Tertulis di antara kedua matanya: ك ف ر / كافر (kafir) -yang mampu dibaca oleh setiap Muslim-.” [2]

3.Tempat Keluarnya Dajjal
Dajjal akan muncul dari arah timur dari Khurasan (sekarang terletak di Iran timur) dengan diiringi 70.000 orang Yahudi Ashbahan (sebuah kota di tengah Iran).[3]

4. Tempat yang Dimasuki Dajjal
Dajjal berjalan di muka bumi dengan cepat seperti hujan yang ditiup angin, ia masuk ke setiap negeri kecuali Makkah dan Madinah karena (kedua kota tersebut) dijaga para Malaikat. Ketika ia tidak dapat masuk Madinah, maka kota Madinah berguncang tiga kali, lalu keluarlah orang kafir dan munafiq, kaum munafiq laki-laki dan perempuan (keluar) menuju Dajjal [4].

Dalam riwayat lain, keluarlah orang munafiq laki-laki dan perempuan, dan fasiq laki-laki dan perempuan menuju Dajjal, itulah Yaumul Khalash (hari Pembebasan) [5]. Di riwayat yang lain, Dajjal tidak dapat masuk ke empat masjid yaitu,
Masjid al-Haram, Masjid Nabawy, Masjid al-Aqsha, dan Masjid ath-Thuur. [6]

5. Keberadaan Dajjal di Muka Bumi
Dajjal berada di muka bumi selama 40 hari. Sehari seperti setahun, sehari seperti sebulan, sehari seperti sepekan, dan sisa-nya seperti hari-hari biasa. [7]

6. Fitnah Dajjal
Fitnah Dajjal merupakan fitnah yang paling besar sejak Allah ciptakan Adam sampai hari Kiamat [8]. Dajjal membawa dua sungai yang mengalir, salah satunya terlihat air putih, dan yang lainnya terlihat api yang menyala-nyala, apabila seseorang mendapati hal itu hendaklah ia masuk ke sungai yang tampak api, pejamkan mata, tundukkan kepala, minumlah! Itu adalah air yang sejuk. [9]

Dajjal mengaku sebagai rabb, menyuruh hujan untuk turun, lalu turun, menyuruh bumi untuk menumbuhkan tanaman, lalu tumbuh tanaman, menghidupkan orang mati dan yang lainnya sebagai fitnah bagi kaum Muslimin.[10]

7. Dibunuhnya Dajjal
Dajjal akan dibunuh oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam di Bab Ludd (suatu desa di dekat Baitul Maqdis, di Palestina).[11]

8. Penjagaan Diri dari Fitnah Dajjal
1. Berlindung kepada Allah dari fitnahnya, setiap selesai dari tasyahhud akhir setiap shalat.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ اْلآخِرِ، فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.

“Apabila seseorang di antara kalian telah selesai tasyahhud akhir, maka berlindunglah kepada Allah dari empat hal: (1) dari adzab Jahannam, (2) dari adzab kubur, (3) fitnah hidup dan mati, serta (4) dari kejahatan fitnah al-Masih ad-Dajjal.” [12]

Do’a perlindungan dari fitnah Dajjal yang dibaca setelah tasyahhud akhir setiap shalat adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati, serta dari kejahatan fitnah al-Masih ad-Dajjal.” [13]

2. Menghafal sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْكَهْفِ، عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ.

“Barangsiapa yang hafal sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi, dia terjaga dari fitnah Dajjal.” [14]
Pada riwayat yang lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

...فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُوْرَةِ الْكَهْفِ فَإِنَّهَا جِوَارُكُمْ مِنْ فِتْنَتِهِ ...

“Barangsiapa di antara kalian yang mengetahui fitnah Dajjal, maka bacalah beberapa ayat pada awal surat al-Kahfi, karena sesungguhnya itu akan melindungi kalian dari fitnahnya (Dajjal).” [15]

3. Menjauhi tempat fitnah dan tidak mengikutinya.
4. Tinggal di Makkah dan Madinah.

Imam an-Nawawi rahimahullah [16] di dalam Syarah Shahiih Muslim menukilkan perkataan al-Qadhi Iyadh rahimahullah [17]: “Hadits-hadits tentang Dajjal merupakan hujjah Ahlus Sunnah tentang keshahihan adanya Dajjal. Bahwa ia merupakan sosok tertentu yang dengannya Allah menguji para hamba-Nya.”

Allah membekalinya dengan kemampuan untuk melakukan banyak hal, seperti menghidupkan mayat yang telah dibunuhnya. Ia (Dajjal) seolah-olah dapat menciptakan segala kemewahan dunia, sungai-sungai, Surga dan Neraka, tunduknya segala kekayaan bumi padanya, memerintahkan langit untuk menurunkan hujan maka terjadilah hujan, memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tumbuhan, maka tumbuhlah. Semua itu atas kehendak Allah. Kemudian ia dilemahkan, sehingga tidak mampu untuk membunuh seorang pun juga dan membatalkan perintahnya. Akhirnya terbunuh di tangan ‘Isa bin Maryam. Pemahaman ini ditentang dan diingkari oleh Khawarij dan Jahmiyah serta sebagian dari kaum Mu’tazilah.” [18]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Keterangan lebih lanjut lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim oleh Ibnu Katsir, Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa Alaihissallam wa Qatlihi Iyyaahu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dan Asyraathus Saa’ah oleh Dr. Yusuf al-Wabil (hal. 275-335). http://almanhaj.or.id/content/3216/slash/0/munculnya-imam-mahdi-keluarnya-dajjal/

Rabu, 15 Januari 2014

KEMUNGKARAN ACARA MAULID YANG DIINGKARI OLEH PENDIRI NU KIYAI MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI RAHIMAHULLAH

KEMUNGKARAN ACARA MAULID YANG DIINGKARI OLEH PENDIRI NU KIYAI MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI RAHIMAHULLAH


Tidak diragukan lagi bahwa melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah perkara yang tidak dikenal oleh para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib tidak pernah merayakannya, bahkan tidak seorang sahabatpun. Padahal kecintaan mereka kepada Nabi sangatlah besar…mereka rela mengorbankan harta bahkan nyawa mereka demi menunjukkan cinta mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Demikian pula tidak diragukan lagi bahwasanya para imam 4 madzhab (Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi'i, dan Al-Imam Ahmad) juga sama sekali tidak diriwayatkan bahwa mereka pernah sekalipun melakukan perayaan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Karenanya sungguh aneh jika kemudian di zaman sekarang ini ada yang berani menyatakan bahwa maulid Nabi adalah sunnah, bahkan sunnah mu'akkadah??!! (Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang tokoh sufi Habib Ali Al-Jufri, ia berkata, "Maulid adalah sunnah mu'akkadah, kita tidak mengatakan mubah (boleh) bahkan sunnah mu'akkadah, silahkan lihat di https://www.youtube.com/watch?v=q8S5hoERnsc)

Tentu hal ini menunjukkan kejahilan Habib Al-Jufri, karena sunnah mu'akkadah menurut ahli fikih adalah : sunnah yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan ditekankan oleh Nabi serta dikerjakan oleh Nabi secara kontinyu, seperti sholat witir dan sholat sunnah dua raka'at sebelum sholat subuh. Jangankan merayakan maulid berulang-ulang, sekali saja tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Pernyataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah sunnah mu'akkadah melazimkan kelaziman-kelaziman yang buruk, diantaranya :

Pertama : Perayaan maulid Nabi termasuk dari bagian agama yang dengan bagian tersebut maka Allah menyempurnakan agamaNya. Jika ternyata perayaan maulid Nabi baru muncul ratusan tahun setelah wafatnya Nabi, menunjukkan bahwa kesempurnaan agama baru sempurna ratusan tahun setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Kedua : Berarti Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dan para sahabatnya, bahkan para tabi'in dan juga para imam 4 madzhab semuanya telah meninggalkan sunnah mu'akkadah yang sangat penting ini !!!, padahal mereka begitu terkenal sangat bersemangat dalam beribadah !!?

Ketiga : Hal ini juga melazimkan bahwa orang-orang yang merayakan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan amalan sunnah mu'akkadah dan juga telah meraih pahala yang terluputkan oleh Nabi, para sahabat, dan para imam madzhab.

(silahkan baca kembali "DIALOG ASWAJA - SYIAH vs WAHABI tentang BID'AH HASANAH")  



Diantara perkara yang menunjukkan bid'ahnya perayaan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ternyata banyak kemungkaran-kemungkaran yang terjadi dalam perayaan maulid.

Karenanya tatkala ada sebagian ulama yang membolehkan perayaan maulid maka mereka menyebutkan cara perayaan yang benar, dan mereka mengingkari tata cara perayaan yang berisi banyak kemungkaran.

Diantara para ulama yang mengingkari kemungkaran-kemungkaran yang terjadi di perayaan maulid adalah Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari rahimahullah pendiri N.U. Bahkan beliau rahimahullah telah menulis sebuah risalah yang berjudul

التَّنْبِيْهَاتُ الْوَاجِبَاتُ لِمَنْ يَصْنَعُ الْمَوْلِدَ بِالْمُنْكَرَاتِ

(Peringatan-peringatan yang wajib terhadap orang-orang yang merayakan maulid Nabi dengan kemungkaran)

Meskipun Kiyai Muhammad Hasyim al-Asy'ari membolehkan merayakan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan tetapi beliau meletakkan aturan-aturan dalam perayan maulid tersebut.

Beliau sungguh terkejut tatkala melihat orang-orang yang merayakan maulid Nabi telah melakukan kemungkaran-kemungkaran dalam perayaan tersebut, sehingga mendorong beliau untuk menulis risalah ini sebagai bentuk bernahi mungkar.

Beliau berkata di awal risalah beliau ini :

"Pada senin malam tanggal 25 Robi'ul awwal 1355 Hijriyah, sungguh aku telah melihat sebagian dari kalangan para penuntut ilmu di sebagian pondok telah melakukan perkumpulan dengan nama "Perayaan Maulid". Mereka telah menghadirkan alat-alat musik lalu mereka membaca sedikit dari Al-Qur'an dan riwayat-riwayat yang datang tentang awal sirah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tentang tanda-tanda kebesaran Allah yang terjadi tatkala maulid (kelahiran) Nabi, demikian juga sejarah beliau yang penuh keberkahan setelah itu. Setelah itu merekapun mulai melakukan kemungkaran-kemungkaran seperti saling berkelahi dan saling mendorong yang mereka namakan dengan "Pencak silat" atau "Box", dan memukul-mukul rebana. 

Semua itu mereka lakukan dihadapan para wanita ajnabiah (bukan mahram mereka-pen) yang dekat posisinya dengan mereka sambil menonton mereka. Dan juga musik dan sandiwara cara kuno, dan juga permainan yang mirip dengan judi, serta bercampurnya (ikhtilatnya) para lelaki dan wanita. Juga nari-nari dan tenggelam dalam permainan dan tertawa, suara yang keras dan teriakan-teriakan di dalam mesjid dan sekitarnya. Maka akupun melarang mereka dan mengingkari perbuatan kemungkaran-kemungkaran tersebut, lalu mereka pun buyar dan pergi"

Setelah itu Kiyai Muhammad Hasyim berkata :

"Dan tatkala perkaranya sebagaimana yang aku sifatkan dan aku takut perbuatan yang menghinakan ini akan tersebar di banyak tempat, sehingga menjerumuskan orang-orang awam kepada kemaksiatan yang bermacam-macam, dan bisa jadi mengantarkan mereka kepada keluar dari agama Islam, maka aku menulis peringatan-peringatan ini sebagai bentuk nasehat untuk agama dan memberi pengarahan kepada kaum mulsimin. Aku berharap agar Allah menjadikan amalanku ini murni ikhlas untuk wajahNya yang mulia, sesungguhnya Ia adalah pemilik karunia yang besar" (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat  hal 10)



Tata Cara Perayaan Maulid :

Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari rahimahullah menyebutkan tentang tata cara perayaan maulid yang dianjurkan. Beliau berkata ;

"Dari perkataan para ulama… bahwasanya maulid yang dianjurkan oleh para ulama adalah berkumpulnya orang-orang dan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur'an dan riwayat khabar-khabar yang menjelaskan tentang permulaan sejarah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan peristiwa-peristiwa yang terjadi tatkala Nabi dalam kandungan dan kelahirannya, demikian juga setelahnya berupa sejarah/siroh beliau yang penuh keberkahan. Setelah itu diletakkan makanan lalu mereka memakannya lalu buyar. Jika mereka menambahkan dengan memukul rebana sambil memperhatikan kesopanan dan adab maka tidak mengapa" (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 10-11)



Kemungkaran-Kemungkaran dalam Perayaan Maulid yang disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari

Diantara kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah :

Pertama : Bercampurnya (ikhtilath) antara laki-laki dan perempuan

Kedua : Diadakannya "strik" (semacam sandiwara cara kuno, wallahu a'lam, meskipun hingga saat ini penulis masih belum paham betul akan makna strik, jika ada diantara pembaca yang faham tolong memberi infonya kepada penulis)

Ketiga : Alat-alat musik, seperti seruling dan yang lainnya. Hanyalah  yang dibolehkan adalah rebana

Keempat : Mubadzir dalam mengeluarkan harta untuk perkara yang berlebih-lebihan dan tidak bermanfaat. (Lihat At-Tanbiihaat Al-Waajibaat 38-39)

Kelima : Joget atau tarian-tarian

Keenam : Nyanyian

Ketujuh :  Keasikan bermain sehingga lupa dengan hari kebangkitan. (Lihat At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 21)

Kedelapan : Jika tidak terjadi ikhtilat dan para wanita berkumpul sendirian maka ada kemungkaran-kemungkaran juga yang mereka lakukan seperti : Mengangkat suara keras-keras dalam mengucapkan selamat dan juga bergoyang-goyang dalam bernasyid, serta membaca al-Qur'an dan dzikir dengan cara membaca yang keluar dari syariat dan cara yang wajar. (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 22)



Demikianlah beberapa kemungkaran yang disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari dalam kitabnya tersebut. Setelah itu beliau mengingatkan akan beberapa perkara:

Pertama : Merayakan maulid dengan cara melakukan kemungkaran-kemungkaran di atas merupakan bentuk tidak beradab kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan merupakan bentuk perendahan dan menyakiti beliau. Orang-orang yang merayakan melakukan hal ini telah terjerumus dalam dosa yang besar yang dekat dengan kekufuran dan dikhawatirkan mereka terken suul khootimah (kematian yang buruk).

Kalau mereka melakukan kemungkaran tersebut dengan niat merendahkan Nabi dan menghinanya maka tidak diragukan lagi akan kekufurannya. (Lihat At-Tanbiihaat al-Waajibaat hal 44-45)

Kedua :  Karenanya tidak boleh merayakan maulid yang mengantarkan kepada kemaksiatan. Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari berkata :

فَاعْلَمْ أَنَّ عَمَلَ الْمَوْلِدِ إِذَا أَدَّى إِلَى مَعْصِيَةٍ رَاجِحَةٍ مِثْلِ الْمُنْكَرَاتِ وَجَبَ تَرْكُهُ وَحَرُمَ فِعْلُهُ

"Ketahuilah bahwasanya perayaan maulid jika mengantarkan kepada kemaksiatan yang jelas/kuat seperti kemungkaran-kemungkaran maka wajib untuk ditinggalkan dan haram perayaan tersebut" (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 19)

Ketiga : Bahkan tidak boleh membantu terselenggarakannya perayaan maulid yang modelnya seperti ini.

Kiyai Muhammad Hasyi Asy'ari berkata :

وَإِنَّمَا كَانَ إِعْطَاءُ الْمَالِ لِأَجْلِهِ حَرَامًا لِأَنَّهُ إِعَانَةٌ عَلَى مَعْصِيَةٍ، وَمَنْ أَعَانَ عَلَى مَعْصِيَةٍ كَانَ شَرِيْكاً فِيْهَا، وَكَذَلِكَ يَحْرُمُ التّفَرَجُّ ُعَلَيْهِ وَالْحُضُوْرُ فِيْهِ لِأَنَّ الْقَاعِدَةَ : أَنَّ كُلَّ مَا كَانَ حَرَامًا يَحْرُمُ التَّفَرُّجُ عَلَيْهِ وَالْحُضُوْرُ فِيْهِ

"Mengeluarkan uang untuk perayaan maulid (yang bercampur kemungkaran-kemungkaran) menjadi haram dikarenakan hal ini merupakan bentuk membantu pelaksanaan maksiat. Dan barang siapa yang membantu terselenggaranya kemaksiatan maka ia ikut serta di dalamnya. Demikian juga haram untuk menyaksikan dan hadir dalam acara tersebut, karena kaidah menyatakan : "Setiap yang haram maka haram pula menyaksikan dan hadir di dalamnya" (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 39)

Keempat :  Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari juga menyatakan bahwa seseorang yang melakukan perayaan maulid dengan melakukan kemungkaran-kemungkaran maka ia sedang bermuhaajaroh (menampakan terang-terangan) dengan kemaksiatan. (lihat At-Tanbiihaat hal 39-40)

Kelima : Beliau juga menyatakan bahwa orang yang melakukan maulid model demikian telah memiliki sifat orang munafiq. Beliau berkata ;

وَمِنْهَا أَنَّهُ اتِّصَافٌ بِصِفَةِ النِّفَاقِ وَهِيَ إِظْهَارُ خِلاَفِ مَا فِي الْبَاطِنِ إِذْ ظَاهِرُ حَالِهِ أَنَّهُ يَعْمَلُ الْمَوْلِدَ مَحَبَّةً وَتَكْرِيْمًا لِلرَّسُوْلِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ وَباَطِنُهُ أَنَّهُ يَجْمَعُ بِهِ الْمَلَاهِي وَيَرْتَكِبُ الْمَعَاصِي

"Diantara kerusakan-kerusakan maulid model ini adalah pelakunya bersifat dengan sifat kemunafikan, yaitu memperlihatkan apa yang berbeda dengan di dalam hati. Karena lahiriahnya ia melaksanakan maulid karena mencintai dan memuliakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan tetapi batinnya ia mengumpulkan perkara-perkara yang melalaikan dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan" (At-Tanbiihaat hal 40)

Keenam : Wajib bagi seorang alim untuk mengingkari para penuntut ilmu yang melakukan kemungkaran-kemungkaran tersebut. Karena jika didiamkan maka orang awam akan menyangka bahwa cara merayakan maulid dengan kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah merupakan bagian dari syari'at. Padahal perkaranya adalah sebaliknya, justru mengantarkan pada penyia-nyiaan syari'at dan meninggalkannya. (lihat At-Tanbiihaat al-Waajibaat hal 40-41).



Penutup :

          Para pembaca yang budiman, meskipun penulis memandang akan bid'ahnya maulid akan tetapi taruhlah jika penulis mengalah dan menyatakan bahwa perayaan maulid dianjurkan (sebagaimana pendapat kiyai pendiri NU) maka marilah kita melihat kenyataan yang ada…sungguh terlalu banyak perayaan maulid di negeri kita yang bercampur di dalamnya kemungkaran-kemungkaran yang telah diperingatkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari, seperti musik-musikan, nyanyian, ikhtilat lelaki dan wanita, mubadzir dalam makanan dan hias-hiasan. Lagu kasidahan yang disenandungkan oleh suaru biduan wanita disertai musik diputar bahkan di dalam mesjid??!!. Jika Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari mengingkari wanita mengangkat suaranya dalam rangka untuk mengucapkan selamat…bahkan dalam hal membaca al-Quran dengan cara yang tidak wajar, maka bagaimana lagi jika suara merdu biduan wanita lagi nyanyi kasidahan??!!

Belum lagi kemungkaran-kemungkaran yang lebih besar yang tidak disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy'ari seperti

-         Banyak pelaku maksiat (baik yang tidak pernah sholat, koruptor, bahkan pemabuk dan pezina, para artis tukang umbar aurat) begitu antusias untuk ikut andil dalam melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka menyangka bahwa perayaan inilah sarana yang benar untuk menyalurkan dan mengungkapkan kecintaaan mereka terhadap Nabi. Akan tetapi jika mereka diajak untuk melaksanakan sunnah Nabi yang sesungguhnya maka mereka akan lari sejauh-jauhnya. Ini merupakan salah satu dampak negatif dari perayaan maulid Nabi, karena sebagian orang menjadi tidak semangat bahkan menjauh dari sunnah yang sesungguhnya karena bersandar kepada perayaan-perayaan seperti ini yang dianggap sunnah.

-         Sebagian mereka meyakini bahwa ruh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ikut hadir dalam acara maulid mereka

-         Sebagian mereka mensenandungkan bait-bait sya'ir puji-pujian terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah sebagian dari sya'ir-sya'ir tersebut ada yang mengandung makna berlebih-lebihan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana qosidah Burdah karya Al-Bushiri. Diantaranya perkataan Al-Bushiri:

 فَإِنَّ مِنْ جُوْدِكَ الدَّنُيْاَ وَضَرَّتَها             وَمِنْ عُلُوْمِكَ عِلْمَ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ
Sesungguhnya diantara kedermawananmu adalah dunia dan akhirat dan diantara ilmumu adalah ilmu lauhil mahfuz dan yang telah dicatat oleh pena (yang mencatat di lauhil mahfuz apa yang akan terjadi hingga hari kiamat)

Hal ini jelas merupakan kesyirikan dan menyamakan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Allah. Karena hanya Allahlah yang mengetahui ilmu lauhil mahfuz, pengucap syair ini telah mengangkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga pada derajat ketuhanan dan ini merupakan kekufuran yang nyata (lihat kembali "Berlebih-lebihan Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Hingga Mengangkat Beliau pada Derajat Ketuhanan")

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 04-05-1434 H / 16 Maret 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com

Postingan Lama Beranda