Senin, 15 Februari 2016

'Membunuh Dosa Besar

Membunuh Dosa Besar
------------------------------------------------

MEMBUNUH DOSA BESAR

Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari


Membunuh manusia dengan tanpa alasan yang dibenarkan syari’at merupakan dosa besar. Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah melarang dengan firman-Nya:

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. [al-Isrâ`/17:33].

Bukan sekedar dosa besar, bahkan membunuh jiwa manusia dengan tanpa haq (tanpa alasan yan dibenarkan syari’at) termasuk dosa-dosa besar yang bisa membinasakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahîh :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasûlullâh, apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. [HR al-Bukhâri, no. 2615, 6465; Muslim, no. 89].

MEMEBUNUH ORANG KAFIR
Tidak semua orang kafir memusuhi kaum Muslimin. Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan sikap yang berbeda terhadap orang-orang kafir yang memerangi kaum Muslimin dengan orang-orang kafir yang tidak memerangi.

Orang-orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, mereka berhak mendapatkan balasan yang setimpal. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Dan perangilah di jalan Allâh orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [al-Baqarah/2:190].

Adapun orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang berlaku adil. [al-Mumtahanah/60:8].

Oleh karena itu, Islam melarang membunuh orang kafir yang tidak memerangi kaum Muslimin, yaitu orang kafir dzimmi, mu’ahad, dan musta’man. Barangsiapa membunuh orang kafir jenis ini, maka dia terkena ancaman keras yang datang dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abdullâh bin ‘Amr, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Barangsiapa membunuh orang kafir mu’ahad, (maka) ia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya didapati dari jarak perjalanan empat puluh tahun. [HR al-Bukhâri, no. 2995].

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan maksud orang kafir mu’ahad, yaitu, “Orang (kafir) yang memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin, baik dengan membayar jizyah, perjanjian damai dari pemerintah, atau jaminan keamanan dari seorang Muslim”[1].

Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا فِى غَيْرِ كُنْهِهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Barangsiapa membunuh orang kafir mu’ahad bukan pada waktunya, Allâh haramkan surga atasnya.[2]

Dikatakan oleh Imam al-Mundziri rahimahullah bahwa maksud dari kalimat ‘bukan pada waktunya’ adalah bukan pada waktunya yang dibolehkan untuk membunuhnya, yaitu pada waktu tidak ada perjanjian.[3]

MEMBUNUH ORANG MUKMIN
Membunuh orang kafir dengan tanpa haq dilarang, lalu bagaimana jika yang dibunuh dengan sengaja adalah jiwa seorang Mukmin ? Tentu, lebih terlarang lagi dan dosanya lebih besar. Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengancam pelakunya dengan ancaman berat, sebagaimana firman-Nya :

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allâh murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya. [an-Nisâ`/4:93]

Dalam ayat ini Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang yang sengaja membunuh seorang Mukmin dengan lima ancaman, yaitu :

1. Disiksa di Jahannam
2. Khulûd (kekal, tinggal lama) dalam Jahannam
3. Allâh murka kepadanya
4. Allâh melaknatnya (mengutukinya), yaitu menjauhkannya dari rahmat-Nya
5. Allâh menyediakan adzab yang besar baginya.

Inilah lima ancaman berat bagi pelakunya, padahal mestinya, satu ancaman saja sudah cukup bagi orang yang berakal untuk bisa mencegahnya dari membunuh.

Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan berbagai ancaman terhadap orang yang membunuh orang Mukmin, antara lain:

عَنْ أَبِي بَكَرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ لَكَبَّهَمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ

Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Seandainya penduduk langit dan penduduk bumi berkumpul membunuh seorang muslim, sungguh Allâh akan menjerumuskan mereka semua di atas wajah mereka di dalam neraka”[4].

PEMBUNUHAN YANG HAQ
Larangan membunuh yang disebutkan dalam ayat dan hadits di atas tidak menimpa pembunuhan yang dilakukan dengan haq. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan maksud pembunuhan yang haq dalam hadits :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمُفَارِقُ لِدِيْنِهِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ

Dari Abdullâh (bin Mas’ud), ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi Lâ Ilâha illa Allâh dan bahwa aku adalah utusan Allâh, kecuali dengan satu dari tiga (perkara): (1) satu jiwa (halal dibunuh) dengan (sebab membunuh) jiwa yang lain, (2) orang yang sudah menikah yang berzina, (3) orang yang keluar dari agamanya (Islam) dan meninggalkan jama’ah (Muslimin)”. [HR Bukhari, no. 6484; dan Muslim, no. 1676].

Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Pembunuhan dengan satu dari tiga perkara ini disepakati di antara kaum Muslimin”[5]. Akan tetapi yang perlu diketahui bahwa yang berhak dan berkewajiban melaksanakan pembunuhan yang haq ini hanya penguasa kaum Muslimin, bukan hak individu atau masyarakat, karena hal itu akan menyebabkan kekacauan.

SERING TERJADI PEMBUNUHAN TANDA HARI KIAMAT
Walaupun larangan membunuh orang dengan tanpa haq telah sangat nyata dalam agama, akan tetapi pembunuhan antara manusia seolah tidak pernah berhenti, apalagi mendekati hari kiamat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ حَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hari kiamat tidak akan terjadi sehingga ilmu (agama) dicabut, banyak terjadi gempa, waktu menjadi dekat (cepat), muncul fitnah-fitnah (keburukan-keburukan/musibah-musibah), banyak terjadi harj, yaitu pembunuhan, pembunuhan, dan sehingga harta menjadi banyak sampai melimpah”. [HR al-Bukhâri, no. 989].

Kita bisa menyaksikan pada zaman kita ini, pembunuhan sangat banyak terjadi, walaupun dengan sebab sepele. Maka setiap orang harus berhati-hati, jangan sampai ia menjadi seorang pembunuh manusia dengan tanpa haq. Wallâhul-Musta’an.

Dengan penjelasan ini, kita mengetahui bahwa Islam mengajarkan semua perkara yang akan membawa kebaikan dunia dan akhirat. Semoga Allâh selalu membimbing kita di atas jalan yang Dia cintai dan ridhai. Al-hamdulillâhi rabbil ‘alamin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 05/Tahun XVII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57773 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Fathul-Bâri, 12/259.
[2]. HR Abu Dawud, no. 2760; Nasâ-i, no. 4747.
[3]. At-Targhîb, 2/635.
[4]. HR Thabrani dalam kitab Mu’jamush-Shaghîr, 1/340, no. 565. Syaikh al-Albani menyatakan shahîh li ghairihi dalam Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb, no. 2443.
[5]. Jâmi’ul-‘Ulûm wal-Hikam, 2/16.



Shared from Almanhaj.or.id for android http://bit.ly/Almanhaj

Jumat, 15 Januari 2016

Hadirkan Perasaan Ini Ketika Sholat, Membantu Anda Lebih Khusyuk

Hadirkan perasaan dalam hati, bahwa saat anda mengerjakan sholat, anda sedang berdiri di hadapan Allah 'azza wa jalla. Tuhan seluruh alam.

shalat-khusyuk

Kekhusyukan saat mengerjakan sholat, adalah dambaan setiap insan mukmin. Kyusu’ dalam sholat, memancarkan kedamaian jiwa dan ketenangan hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جعلت قُرَّة عَيْني فِي الصَّلَاة
Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku ada pada saat mengerjakan shalat” (HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain keduanya. Hadits shahih).
Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala menyebutkan khusyuk adalah tanda orang-orang beriman, calon penghuni surga Firdaus.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُون.. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُون
“َSesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya” (QS. Al Mukminun : 1-2)
Lalu Allah berfirman,
أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ.. الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yakni yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya” (QS. Al Mukminun : 11-12)
Khusyuk menurut para ulama adalah ketenangan hati dan jiwa saat melakukan sholat. Artinya, hatinya tenang tanpa memikirkan sesuatu yang diluar daripada sholat. Lalu ketenangan hati tersebut, terpancar pada anggota badan, sehingga melahirkan sikap yang tenang pula.
Untuk membuatmu merasakan nikmat agung ini, pertama adalah berdoalah memohon kepada Allah taufik, agar Allah mengaruniakan kepada kita, kekhusyukan shalat.

Kemudian hadirkan perasaan dalam hati, bahwa saat anda mengerjakan sholat, anda sedang berdiri di hadapan Allah ‘azza wa jalla. Tuhan seluruh alam. Yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan yang nampak. Mengetahui bisikan-bisikan dalam jiwamu.
Saat anda berdiri sholat, yakinilah bahwa saat itu anda sedang bermunajat kepada Allah ‘azza wa jalla. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ فَلَا يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ

Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila berdiri dalam shalatnya, maka ia sedang bermunajat dengan Rabbnya – atau Rabbnya berada antara dia dan kiblat – . Maka, janganlah salah seorang di antara kalian meludah ke arah kiblat. Akan tetapi hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya atau di bawah kakinya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kemudian saat anda membaca surat Al Fatihah, yakinilah bahwa saat itu anda sedang berdialog dengan tuhan anda. Sebagaimana diterangkan dalam hadis Qudsi,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Allah berfirman, “Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu, & hambaku mendapatkan sesuatu yang dia pinta“.
Yang dimaksud “sholat” pada hadis ini adalah bacaan surat Al Fatihah. Disebut sholat karena membaca surat Al Fatihah adalah rukun sholat. Tidak sah sholat seseorang tanpa membacanya (Shifatus Sholah, Syaikh Ibnu ‘ Ustaimin, hal. 176).
Allah melanjutkan firmanNya,
فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ: حَمِدَنِي عَبْدِي
Bila hambaKu membaca “Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin” (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), Allah menjawab, “HambaKu memujiKu”“.
Bayangkan, saat anda membaca “Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin” Tuhanmu dari atas langit ke tujuh menjawab, “HambaKu memujiKu
وَإِذَا قَالَ: { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ: { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ: { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Jika hamba tersebut mengucapkan, “Arrahmaanirrahiim.” (Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang) Ku-jawab, “HambaKu memujiKu lagi”
Jika hamba-Ku mengatakan: “Maaliki yaumiddiin ” (Penguasa di hari pembalasan), Ku-jawab, “Hamba-Ku menyanjung-Ku.”
Dia juga berfirman, “HambaKu menyerahkan urusannya kepadaKu.”
Jika hamba-Ku mengatakan: “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin” (hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta tolong). Ku-jawab,” Inilah batas antara Aku dan hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta…”
Jika hamba-Ku mengatakan: “Indinas Shiraatal mustaqiim. Shiraatal ladziina an-‘amta ‘alaihim ghairil mafhdhuubi ‘alaihim waladh dhzaalliiin..” (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat), Ku-jawab, “Inilah bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.” (HR. Muslim no. 598).

Maka sholat adalah saat-saat dimana seorang hamba berinteraksi dengan Rabbnya. Dan tidak didapati keutamaan semacam ini dalam ibadah-ibadah lain kecuali dalam sholat. Yaitu keadaan di mana Tuhanmu menjawab setiap bacaan Alfatihah mu: Hamba-Ku memuji-Ku… HambaKu menyanjung-Ku.
Pesan semacam ini bila kita hadirkan dalam hati kita ketika sholat, sungguh akan sangat membantu untuk khusyu. Akantetapi kita sering lalai -semoga Allah mengampuni kita-. Sehingga bacaan Al Fatihah, seperti lalu begitu saja. Tidak ada perasaan bahwa saat itu Robb semesta alam sedang menjawab setiap bacaannya.
Para salafussholih dahulu, merasa bahwa sholat begitu agung di mata mereka. Karena saat sholat lah, Allah ‘azza wa jalla berinteraksi dengan hambaNya. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi rahimahullah, bahwa Ali bin Husen rahimahullah, bila wajah beliau berubah menjadi pucat. Kerabatnya lantas menanyakan hal ini kepadanya, “Apa yang membuat wajahmu berubah seperti ini ketika berwudhu?” Beliau menjawab,”
أتدرون بين يدي من أقوام؟
Tahukah kamu! Di hadapan siapa saya akan berdiri..?!
Kemudian ketika sujud, adalah saat-saat dimana seorang hamba begitu dekat dengan Tuhannya. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Keadaan paling dekat seorang hamba dari Rabbnya adalah ketika dia sujud. Maka perbanyaklah doa (saat sujud)” (HR. Muslim).

Ini menunjukkan bahwa saat sholat adalah keadaan yang begitu dekat antara hamba dengan tuhannya. Saat berdiri, adalah keadaan dia bermunajat dengan tuhannya. Kemudian saat sujud adalah keadaan terdekat antara dia dengan penciptanya. Maka cukuplah ini sebagai alasan untuk menghadirkan rasa khusyuk anda, saat sholat.
***
Suruh, Salatiga, 30 Rabiul Awwal 1437 H
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel Muslim.or.id

Rabu, 18 November 2015

Motivasi Berpikir Positif

Published on Mar 16, 2014
Motivasi berpikir positif, tausiyah Islam singkat berjudul "Lagi Mikirin Apa?" - Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. sebuah motivasi dan nasehat Islam tentang pentingnya berpikir positif, kreatif dan yang bermanfaat, sebuah cara agar hidup bahagia tiada tara.

Mengejar Dunia

Published on Mar 5, 2014
Judul: Mengejar Dunia | Untaian Nasehat Islam
Pemateri: Ustadz Ali Nur (Medan)

Lupa Baca Al Fatihah Ketika Sholat

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Lupa Baca Al Fatihah Ketika Sholat
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Ketika kita sholat sendirian misal karena hujan deras, sakit, dalam keadaan musafir atau udzur syar’i lainnya. Lantas kita lupa apakah kita sudah membaca Al Fatihah atau belum. Bagaimana solusinya ?
Mari simak tanya jawab berikut.
Pertanyaan :
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz Rohimahullah pernah ditanya,
Lupa Baca Al Fatihah Ketika Sholat 1
“Di tengah sholatku, aku lupa apakah aku sudah membaca Al Fatihah atau belum. Apakah aku harus sujud sahwi ? Apa yang dibaca ketika sujud sahwi ? Jika perkiraan kuatku bahwa aku sudah membacanya apakah aku harus tetap sujud sahwi ?”

Jawaban :
Lupa Baca Al Fatihah Ketika Sholat 2
“Jika seorang yang sholat sendirian atau imam ragu apakah dia sudah membaca surat Al Fatihah. Maka hendaklah dia mengulang bacaannya sebelum ruku’ dan tidak wajib baginya sujud sahwi.
Apabila dia ragu ketika sholat sudah selesai maka janganlah dia menghiraukan keraguan tersebut dan sholatnya sah..
Adapun bacaan pada sujud sahwi maka yang disyari’atkan adalah sama dengan do’a yang dibaca ketiak sujud semisal ‘Subhana wa Ta’ala Robbial A’laa’ dan yang semisal”.

Syaikh Ibnu Baaz

***

Diterjemahkan dari kitab Fatawa Islamiyah hal. 323/I terbitan Darul Wathon, Riyadh, KSA.
Setelah subuh, 4Shofar 1437 H, 16 Nopember 2015 M
Aditya Budiman bin Usman bin Zubir

Sumber Web Kang Aditya

Selasa, 17 November 2015

Ngobrol Setelah Iqomah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Ngobrol Setelah Iqomah
Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz Rohimahullah pernah ditanya[1],
Ngobrol Sebelum Iqomah 1
“Apa hukumnya ngobrol tentang hal-hal di luar sholat semisal meluruskan shof dan semisal pada waktu setelah dikumandangkan iqomah dan takbirotul ihrom. Atau dengan kata lain obrolan tentang perkara dunia di luar hal yang berhubungan dengan sholat ?”
Beliau Rohimahumullah menjawab,

Ngobrol Setelah Iqomah 2
“Ngobrol pada waktu setelah iqomah dan sebelum takbirotul ihrom, jika ucapannya semisal meluruskan shof dan hal semisal (yang merupakan bagian dari sholat) maka yang demikian disyari’atkan. Apapun jika yang diobrolkan adalah perkara yang tidak berkaitan dengan sholat maka meninggalkannya lebih utama. Karena saat itu merupakan saat mempersiapkan diri untuk mulai sholat dan dalam rangka pengagungan terhadap sholat”.

Syaikh Ibnu Baaz

***

Diterjemahkan setelah subuh, 24 Muharrom 1437 H, 6 Nopember 2015 M
Aditya Budiman bin Usman bin Jubir
[1] Lihat Fatawa Islamiyah hal. 251/I terbitan Darul Wathon, Riyadh, KSA.


Sumber web kang Aditya

Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Ada sebuah ayat sangat familiar di tengah-tengah kita. Ayat tersebut adalah firman Allah Subhana wa Ta’ala,

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”.(QS. Al ‘Ankabut [29] : 45)
Pertanyaannya, ‘Bagaimana jika sudah sholat namun tetap saja tidak mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar ?’

Sebelum menyebutkan jawaban pertanyaan ini mari simak perkataan ulama tafsir tentang ayat ini.
Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 1
“Maksudnya bahwa sesungguhnya sholat tercakup padanya dua perkata yaitu meninggalkan perbuatan keji dan kemungkaran. Artinya bahwa sesungguhnya merutinkannya mampu menggiring untuk meninggalkan perkara tersebut”[1].
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 2
Abul ‘Aliyah mengatakan tentang firman Allah Ta’ala (إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ) sesungguhnya pada sholat terdapat 3 unsur. Setiap sholat yang tidak terdapat hal ini maka tidak ternilai sebagai sholat. Yaitu ikhlas, khosyah dan berdzikir kepada Allah. Ikhlas akan memerintahkan anda untuk berbuat kebaikan, khosyah mampu mencegah anda dari kemungkaran dan dzikir/ingat kepada Allah akan memerintahkan dan melarang anda[2].
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 3
Ibnu ‘Aun Al Ansori berkata, “Jika anda sedang sholat maka anda sedang berada dalam perbuatan ma’ruf. (Sholat -pen) telah mampu mencegah anda dari perbuatan keji dan mungkar. Sesungguhnya yang sedang anda lakukan (sholat –pen) merupakan dzikir kepada Allah yang paling besar”[3].
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 4
“Hamaad bin Abu Sulaiman berkata tentang firman Allah Ta’ala (إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ) maksudnya selama anda berada dalam sholat[4].
Syaikh ‘Abdur Rohman As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 5
“Sisi dimana dimana sholat mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar adalah sesungguhnya selama seorang hamba mendirikan sholat dengan menyempurnakan rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, kekhusyu’annya maka hatinya akan bercahaya dan menjadi suci, menambah keimananan, menguatkan rasa ingin mendapatkan kebaikan, meminimalisir atau meniadakan keinginannya untuk berbuat keburukan. Oleh karena secara otomatis selama dia melaksanakan itu semua, menjaganya dengan keadaan seperti hal di atas maka sholatnya akan mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Inilah maksud dan buah yang paling agung dari sholat”[5].
Kesimpulan ringkas tafsir ayat ini adalah :
  1. Ketika kita mampu melaksanakan sholat dengan menyempurnakan syarat, rukun, keikhlasan, khosyah, muroqobah dalam rangka mengingat Allah maka sholat tersebut akan mampu menghasilkan buah iman, yaitu mencegah diri kita dari perbuatan keji dan mungkar. Karena Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الْإِيْمَان

“Karena susungguhnya malu merupakan bagian dari iman”[6].
Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 6
Ibnu Qutaibah mengatakan, “Maknanya sesungguhnya rasa malu akan mampu mencegah pemiliknya melakukan kemaksiatan sebagaimana iman juga mampu mencegahnya”[7].
  1. Minimalnya ketika anda sholat, anda sudah tercegah dari perbuatan keji dan mungkar pada saat itu.
Lantas jawaban dari pertanyaan di awal apa ?
Sebenarnya jawabannya sudah ada di atas. Namun kalau belum jelas mari kita nukil ucapan Syaikh Husain bin ‘Uudah Al ‘Uwaisyah Hafizhahullah.
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 7
“Allah Subhana wa Ta’ala menjelaskan pada ayat ini bahwa sesungguhnya sholat yang khusyu’ dan benar seyogyanya/seharusnya mampu mencegah orang yang melaksanakannya dari perbuatan keji dan mungkar, mampu menuntunnya untuk berbuat ma’ruf dan kebaikan”[8].
Beliau juga mengatakan,
Ketika Sholat Tak Mampu Mencegah Kemungkaran 8
Jika sholatnya belum mampu mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar maka sudah seharusnya dia terus menerus mencari kekurangan dan berusaha memperbaiki sholatnya. Dia harus memperbaiki sholatnya terutama kekhusyu’annya. Hendaklah dia memperhatikan sebab-sebabnya. Kemudian bersungguh-sungguh mencari obatnya sebagaimana kesungguhannya mencari obat untuk anggota tubuhnya. Karena obat untuk jiwa/hati itu lebih harus diperhatikan dan lebih utama. Inilah yang dapat membantu kita memahami sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,

أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ

“Amal seorang hamba (muslim) yang pertama kali dihisab adalah sholat. Jika sholatnya baik maka baik pula seluruh amalnya”[9].
Maka baiknya sholat berpengaruh pada baiknya seluruh amalan badan lainnya. Sehingga laksana kepala bagi badan”[10].
Beliau melanjutkan,
Sesungguhnya sholat tidak akan bagus/baik/benar kecuali dengan benarnya aqidah, muroqobah terhadap Allah, takut pada Nya, menggantungkan ganjarannya kepada Allah dan takut dari neraka Nya. Sehingga jika dia telah selesai dari sholatnya maka dia akan dihadapkan pada cobaan namun di hatinya telah terdapat kekuatan untuk menolak dan menghindari/melawan cobaan tersebut. Karena dia tidak akan memandang kelezatan semu yang bakal hilang. Namun tinjauannya adalah kenikmatan yang tidak akan habis, kebahagiaan yang tidak akan putus. Dia adalah orang yang mengedepankan kebaikan yang kekal di atas yang fana[11].
Kami akhiri dengan sebuah kalimat beliau Hafizhahullah yang sangat layak kita cetak tebal di hati kita masing-masing.

إِنَّمَا تُفْسِدُ صَلَاةُ المَرْءِ لِقِلَّةِ مُرَاقَبَةِ اللَّهِ تَعَلَى وَ ضَعْفِ التَّقْوَى

“Sesungguhnya sholat seseorang rusak (tidak khusyu’ -pen) disebabkan karena sedikitnya muroqobatullah (senantiasa merasa diawasi Allah -pen) dan lemahnya ketaqwaan[12].
Mari bersama kita perbaiki sholat kita.
Ya Allah, anugrahkanlah kepada kami sholat yang khusyu’.

29 Muharrom 1437 H, 11 Nopember 2015 M
Aditya Budiman bin Usman bin Zubir
[1] Lihat Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim hal. 280/ VI, terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.
[2] Idem hal. 282/VI.
[3] Idem.
[4] Idem.
[5] Lihat Taisri Karimir Rohman hal. 1317/VI terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
[6] HR. Bukhori no. 24, Muslim no. 36.
[7] Lihat Fathul Bari hal. 141/I terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.
[8] Lihat Ash Sholat Atsaruha fii Ziyaadatil Imaan wa Tahdzibun Nafsi hal. 42 terbitan Maktabah Islamiyah, Kairo, Mesir.
[9] HR. Abu Dawud no. 864 dan lain-lain. Syaikh Al Albani Rohimahullah menilai hadits ini shohih dengan banyaknya jalur periwayatannya (Ash Shohihah no. 1358).
[10] Lihat Ash Sholat Atsaruha fii Ziyaadatil Imaan wa Tahdzibun Nafsi hal. 43.
[11] idem hal 43-44.
[12] idem.

Sumber web kang Aditya

Apakah Tahlilan Di lakukan Rasullulah

Apakah Tahlilan dahulu dilakukan oleh Rasullulah ﷺ dan apa sajakah sebenarnya amalan yang sesuai sunnah untuk dilakukan jika ada saudara kita meninggal dunia...?
- Ust Firanda Andirja, MA -

Kamis, 12 November 2015

Dialog doktor bersama Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Pentingnya Menjaga Waktu

Published on Oct 23, 2012
Nasehat fadhilatus Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz rahimahullah terhadap pentingnya waktu dan penjagaan waktu bagi setiap muslim,karena waktu adalah sarana dan jalan yg telah Allah Ta'ala karuniakan kepada setiap hambaNya untuk beramal shaleh yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka. semoga bermanfaat

Mengapa Sering Terjadi Bencana di Indonesia

Published on Feb 18, 2013
Video Mutiara Nasehat: Mengapa Sering Terjadi Bencana di Indonesia - Ustadz Abdurrahman Thoyyib, Lc. - Yufid.TV

Sihir Halal Pemikat Suami

Judul Kajian : Sihir Halal Pemikat Suami
Oleh Ustadz Abu Abdulmuhsin Firanda Lc MA
Sumber : Salwa.Tv dan tashfiyyahtv (youtube.com)
https://www.youtube.com/watch?v=IRc6VHJfUCA
Crop : @MAH (FP Video Kajian Sunnah)
Bagikan Ke orang-orang yang kita sayangi
dan kasihi karena Allah...
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu
‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia
akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang
mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

Rabu, 11 November 2015

Mitos Sial di Balik Bulan Shafar

Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
Published on Nov 10, 2015
Sebentar lagi bulan Shafar, dan di sebagian masyarakat masih tersebar anggapan sial terhadap bulan tersebut. Lalu benarkah atau apakah dapat dibenarkan hal tersebut? Mari simak video ceramah yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin dengan judul "Mitos Sial di Balik Bulan Shafar". Kajian tematik ini disampaikan di Studio Rodja TV pada Sabtu malam, 21 Shafar 1436 / 13 Desember 2014, pukul 20:00-21:30 WIB.

Mitos Sial di Balik Bulan Shafar
Kalau ingin kita lihat dari sejarah-sejarah, bahwa bulan Shafar menurut orang Arab adalah artinya ‘kosong’ ataupun ‘nol’. Maka dari itu, mereka di bulan Shafar itu mengosongkan rumah, mereka harus keluar, bahkan saya (Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc.–Ed.) pernah membaca beberapa literatur, bahwa mereka sampai mengosongkan kota Mekkah, gara-gara mereka menganggap bahwasanya bulan Shafar itu adalah bulan yang harus dikosongkan dari segala macam kegiatan. Sampai mereka berperang di antara sesama mereka tidak boleh di bulan Shafar. Nah ini semua, salah satu penyebabnya adalah menganggap bahwa bulan Shafar adalah bulan sial, bulan mendatangkan nahas dan kemalangan.

Kalau dilihat dari hadits shahih, Shiddiq Hasan Khan, seorang ulama besar Islam, mengatakan, “Aku tidak pernah mendapati dalam hadits satu pun tentang keutamaan bulan Shafar ataupun pencelaan bulan Shafar.”

Silakan simak pembahasan video ceramah yang membahas secara komprehensif tentang "Mitos Sial

Rekaman audio: http://www.radiorodja.com/2014/12/13/...
  • Category

  • License

    • Standard YouTube License

Gambaran Riba - Bankir vs Ustadz tentang hukum riba

Published on Aug 30, 2015
bankir vs ustad hukum riba
tentang riba di mata hukum islam
MASYALLAH...

Tafsir Surat Al Fajr

Ustadz Firanda Andirja MA

Apakah Seperti Aku Pantas Masuk Surga ?

Published on Dec 22, 2014
Kajian yang menggugah relung hati
menambahkan iman
bersama Ustadz Dr Syafiq Riza Basalamah M.A

Ustadz Dukun

Published on Nov 4, 2015
Mutiara Hikmah: Ustadz Dukun - Ustadz Dr. Syafiq Reza Basalamah, MA.
Video http://yufid.tv (Klik link untuk melihat koleksi video lainnya)

Perjuangan Yang Sia-sia Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah MA


Published on Nov 7, 2015 Mutiara Hikmah: Indahnya Islam - Ustadz Dr. Syafiq Reza Basalamah, MA. Video http://yufid.tv (Klik link untuk melihat koleksi video lainnya)

Sabtu, 19 Juli 2014

Keutamaan Membaca Alquran di Bulan Ramadhan


hutbah Pertama:

  الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا * قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا * مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا﴾ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Bertakwalah kepada Allah Ta’ala dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan, ketika dalam keadaan sepi maupun di tengah keramaian. Perbanyaklah amalan shaleh yang mendekatkan diri kepada Allah.
Ketahuilah! Sesungguhnya bulan Ramadhan yang mulia adalah bulan puasa dan shalat di malam harinya. Dan bulan ini adalah bulan istimewa yang khusus untuk Alquran. Inilah bulan dimana Alquran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185).

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang kekhususan bulan Ramadhan di antara bulan-bulan lainnya dengan memilihnya menjadi bulan dimana Alquran diturunkan. Bahkan diriwayatkan bahwa Ramadhan menjadi bulan dimana seluruh kitab-kitab para nabi diturunkan kepada mereka. dalam Musnad Imam Ahmad dan al-Mu’jam al-Kabir oleh Imam Thabrani dari hadits Watsilah bin al-Asqa’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَ الإِنْجِيلُ لِثَلاثَ عَشْرَةَ مَضَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الزَّبُورُ لِثَمَانَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لأَرْبَعَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ

“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan. Taurat diturunkan setelah 6 hari bulan Ramadhan. Injil diturunkan setelah 13 hari bulan Ramadhan. Zabur diturunkan setelah 18 hari bulan Ramadhan. Dan Alquran diturunkan setelah 14 hari bulan Ramadhan.”

Hadits ini menunjukkan bahwa bulan Ramadha adalah bulan dimana kitab-kitab ilahiyah diturunkan kepada para rasulu ‘alaihim ash-shalatu wa salam. Bedanya, kitab-kitab selain Alquran diturunkan secara sekaligus kepada para nabi dan rasul. Adapun Alquran diturunkan secara sekaligus ke Baitul ‘Izzah di langit dunia pada lailatul qadr. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhan: 3).

Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadr: 1)
Allah berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Ketiga ayat ini menunjukkan bahwa Alquran yang mulia diturunkan di malam yang sama, yaitu malam yang disifati dengan malam penuh berkah. Malam itu adalah malam al-qadr (lailatul qadr). Lailatul qadr terdapat pada bulan Ramadan.
Setelah itu, Alquran diturunkan secara bertahap disesuaikan dengan peristiwa yang terjadi. Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan,

أُنزل القرآن جملة واحدة إلى سماء الدّنيا ليلة القدر ثم أنزل بعد ذلك في عشرين سنة ثم قرأ : ﴿ وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا﴾ [الفرقان:٣٣] ، ﴿ وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا ﴾ [الإسراء:١٠٦] ))

“Alquran diturunkan secara sekaligus ke langit dunia pada lailatul qadr. Setelah itu (diturunkan kepada Nabi) selama 20-an tahun. Kemudian Ibnu Abbas membaca ayat, “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqan: 33). Dan ayat “Dan Alquran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Isra: 106).

Ibadallah,
Hikmah dari diturunkannya Alquran di bulan Ramadhan adalah sebagai bentuk pengagungan terhadap Alquran, pengagungan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalahnya, pengagungan terhadap bulan Ramadhan, dan pengagungan terhadap malam dimana Alquran diturunkan, yaitu malam lailatul qadr. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 1-5).

Ibadallah,
Kesemua hal di atas menunjukkan betapa agungnya bulan Ramadhan dan ia memiliki sebuah hubungan yang istimewa dengan Alquran. Wahyu Allah Rabbul ‘alamin
Hal-hal di atas menunjukkan betapa agungnya bulan puasa ini dan betapa erat kaitannya dengan Alquran. Betapa tidak, Allah memberikan keutamaan yang besar dengan menurunkan wahnyu firman-Nya yang mengandung hidayah dan cahaya kebahagian di dunia dan akhirat di bulan ini. Allah Ta’ala berfirman,

هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185).

Hidayah untuk tercapainya kebaikan agaman dan dunia. Di dalam Alquran terdapat penjelasan yang sangat jelas tentang kebenaran. Juga terdapat keterangan yang gambling tentang perbedaan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan kebatilan, dan antara cahaya dan kegelapan.
Ibadallah,
Perhatikanlah keutamaan bulan ini betapa besar karunia Allah di dalamnya. Karena itu hendaknya para hamba mengagungkannya dan menjadikannya musim untuk beribadah dan membekali diri untuk hari kembali.
Ayat ini juga menjelaskan, di bulan ini sangat dianjurkan untuk mengkaji Alquran yang mulia. Bersungguh-sungguh dan menaruh perhatian yang besar padanya. Memperbanyak membacanya. Memurojaah hafalan atau mengulang-ulanginya di hadapan orang yang mampu mengoreksi hafalan.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: ((كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang paling murah hatinya dengan (berbagi-pen) kebaikan, dan beliau lebih bermurah hati ketika di dalam bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Jibril ‘alaihissalam, dan Jibril ‘alaihissalam menemui beliau setiap malam dalam Ramadhan samapi berakhir (bulan), ia menyampaikan Alquran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka jika Jibril ‘alaihissalam menemui beliau maka beliau adalah seorang yang lebih bermurah hati dengan (berbagi) kebaikan daripada angin yang mengalir.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam memanjangkan bacaan Alqurannya pada saat shalat malam di bulan Ramadhan, lebih dari malam-malam di bulan lainnya. Ini adalah sesuatu yang disyariatkan bagi mereka yang ingin memanjangkannya sesuai dengan kehendaknya, maka hendaknya ia shalat sendiri. Dan boleh juga memperpanjang bacaan dalam shalat berjamaah atas persetujuan para jamaah. Selain itu, maka dianjurkan untuk membaca dengan bacaan yang ringan. Imam Ahamd berkata kepada sebagian sahabtnya yang shalat bersamanya di bulan Ramadhan, “Mereka itu orang yang lemah, maka bacalah lima, enam, atau tujuh ayat”. Imam Ahmad rahimahullah memperingatkan agar memperhatikan keadaan para makmum dan jangan membebani mereka.

Para salafush shalih rahimahumullah membaca Alquran di bulan Ramadhan di dalam shalat dan di luar shalat. Mereka menambah perhatian mereka terhadap Alquran yang mulia. Al-Aswad rahimahullah mengkhatamkan Alquran setiap dua hari. An-Nakha-I mengkhatamkannya setiap tiga hari, namun di sepuluh hari terakhir beliau tambah giat lagi. Qatadah mengkhatamkan Alquran di setiap tujuh hari dan di sepuluh hari terakhir beliau menyelesaikannya dalam tiga hari. Apabila bulan Ramadhan tiba, Az-Zuhri mengatakan, “Bulan ini adalah bulan membaca Alquran dan memberi makan”. Imam Malik apabila masuk bulan Ramadhan meninggalkan membaca hadits dan berdiskusi bersama penuntut ilmu lainnya, beliau memfokuskan diri untuk membaca Alquran dari mushafnya. Qatadah fokus mempelajari Alquran di bulan Ramadhan. Sufyan ats-Tauri apabila datang bulan Ramadhan beliau meninggalkan ibadah sunnah dan menyibukkan diri dengan membaca Alquran. Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat tentang perhatian para salaafush shalih terhadap Alquran di bulan Ramadhan.

Semoga Allah mengaruniakan saya dan Anda sekalian untuk mengikuti mereka dalam kebaikan. Kita memohon kepada-Nya dengan nama-Nya yang baik dan sifat-Nya yang sempurna agar menjadikan Alquran sebagai penyejuk hati kita, cahaya di dada-dada kita, penghibur di kala kesedihan, dan mengusir kegalauan yang kita hadapi.

أَقُوْلُ هَذَا الْقَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
أما بعد عباد الله :
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ ؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ.

Saya berwasiat kepada diri saya pribadai dan jamaah sekalian agar bertakwa kepada Allah. Karena barangsiapa yang bertakwa kepada-Nya, Dia akan menjaga mereka serta menunjukki mereka kepada urusan yang terbaik untuk agama dan dunianya.

Ibadallah,
Sesungguhnya perhatian terhadap Alquran dengan berbacagai macam bentuknya: membaca dan menghafalnya, belajar dan mengajarkannya, menadabburi dan memahaminya, serta mengamalkannya adalah tanda kebaikan. Semakin umat Islam berpegang teguh dan perhatian dengan Kitabullah, maka semakin banyak kebaikan dan keutamaan yang ada pada mereka. dari Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah mereka yang mempelajari Alquran dan mengamalkannya.” (HR. Bukhari).
Kebaikan seorang hamba Allah itu sangat terkait dengan Alquran.
Diriwayatkan dari Abu Abdul Qasim bin Salam di kitabnya Fadha-il Alquran dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhuma ia berkata, “Wajib bagi kalian berpegang dengan Alquran, mempelajarinya dan mengajarkannya kepada anak-anak kalian. Karena kalian akan ditanya tentangnya. Dengannya juga kalian akan diberi balasan. Dan cukuplah Alquran sebagai nasihat”.
Ibadallah,
Sesungguhnya Alquran itu agung dan kedudukannya tinggi. Alquran merupakan sebab mulianya umat ini dan sumber kebahagiaan mereka. Alquran adalah jalan kesuksesan di dunia dan akhirat. Wajib bagi kita semua untuk mengangungkan dan menaruh perhatian yang besar terhadapnya dan terus menambah kualitas perhatian kita khususnya di bulan Alquran ini, bulan Ramadhan yang penuh berkah.

Ibadallah,
Di antara bentuk perhatian terhadap Alquran juga adalah membentuk halaqoh-halaqoh Alquran yang dikhususkan untuk mengkaji Alquran. Berinfak dan mendermakan harta untuk hal-hal yang demikian merupakan amalan yang baik. Karena berpartisipasi dalam menegakkan menara-menara syiar Islam. Hal ini sangat dimotivasi oleh Islam. Wajib bagi orang-orang yang memiliki kelapangan harta dan mereka yang dikaruiakan Allah ‘Azza wa Jalla kekayaan untuk bersifat dermawan dalam kebaikan, mendukung wakaf penyebaran Alquran dan membiayai pengkajian, hafalan, dan bacaan Alquran. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا
“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS. Al-Muzammil: 20).
Kita memohon kepada Allah Jalla wa ‘Ala agar member kita taufik untuk berpegang terguh kepada Alquran dan menjaganya. Kemudian menjadikan kita sebagai ahlul Quran yang merupakan ahlullah (keluarga Allah).

وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) .وَجَاءَ عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الحَثُّ مِنَ الإِكْثَارِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَيْهِ فِي لَيْلَةِ الجُمْعَةِ وَيَوْمِهَا ؛ فَأَكْثَرُوْا فِي هَذَا اليَوْمِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ. .
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى ، وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً رَحْمَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ
اَللَّهُمَّ إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا ظُلْماً كَثِيْرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لَنَا مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنَا إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ، وَأَعِنَّا فِيْهِ عَلَى الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ وَوَفِّقْنَا فِيْهِ لِكُلِّ خَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ .
اَللَّهُمَّ هَذِهِ أَيْدِيْنَا إِلَيْكَ مُدَّت وَدَعْوَاتُنَا إِلَيْكَ رُفِعَتْ وَأَنْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ اَلْقَائِلِ فِي كِتَابِكَ : ﴿ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ ﴾ اَللَّهُمَّ دَعْوَنَاكَ فَأَجِبْ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ دُعَاءَنَا وَاغْفِرْ ذُنُوْبَنَا وَتَقَبَّلْ تَوْبَتَنَا وَأَعْطِنَا وَحَقِّقْ لَنَا رَجَاءَنَا يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ .

Diterjemahkan dari khotbah Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad
Oleh tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com

Hukum Memejamkan Mata Ketika Shalat

Makruh Hukumnya Memejamkan Mata Ketika Shalat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاةِ فَلا يَغْمِضْ عَيْنَيْهِ
”Apabila kalian melakukan shalat makan janganlah memejamkan kedua mata kalian.”

http://www.konsultasisyariah.com/hukum-memejamkan-mata-ketika-shalat/

Postingan Lama