Mengenai Hukum Isbal
السؤال:
فضيلة الشيخ ما حكم الإسبال و هل يدخل في البنطال و هل صحيح أن الجمهور على جوازه أو كراهته لغير خيلاء وجزاكم الله
خيرا؟
Syeikh Kholid al Mushlih mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apa
hukum isbal? Adakah isbal dalam celana panjang? Apa benar bahwa
mayoritas ulama berpendapat bahwa isbal tanpa niat sombong itu hukumnya
mubah atau makruh?”
الجواب:
بسم الله الرحمن الرحيم
الإسبال في اللغة هو إرسال الشيء من علو إلى أسفل والمراد به هنا إطالة الثياب وإرخاؤها
Jawaban Syeikh Kholid al Mushlih, “Dalam bahasa Arab isbal artinya
adalah menjulurkan sesuatu dari atas ke bawah. Sedangkan yang dimaksud
dengan isbal dalam hal ini adalah memanjangkan dan menjulurkan kain.
وقد جاءت النصوص فيه على نحوين:
Dalil seputar masalah ini ada dua jenis.
الأول: ما جاء فيه تحريم الإسبال خيلاء وبطراً.
Pertama, mengharamkan isbal jika karena kesombongan.
ومنها ما في البخاري ( 5784) ومسلم (2085) من حديث ابن عمر رضي الله
عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله
إليه يوم القيامة)).
Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no 5784 dan Muslim no 2085 dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menyeret kainnya (baca: isbal) karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya pada hari Kiamat”.
وكذلك ما رواه البخاري (3485) وغيره عن ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي
صلى الله عليه وسلم قال: بينما رجل يجر إزاره من الخيلاء خسف به فهو
يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة.
Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no 3485 dan lainnya dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena kesombongan, Allah
menenggelamkannya ke dalam bumi . dia kejel-kejel (meronta karena
tersiksa) di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”.
وكذلك مافي البخاري ( 5788) ومسلم ( 2087) من حديث أبي هريرة رضي الله
عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((لا ينظر الله يوم القيامة إلى من
جر إزاره بطراً)).
Demikian pula diriwayatkan oleh Bukhari no 5788 dan Muslim no 2087 dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong”.
الثاني: ما جاء فيه تحريم الإسبال مطلقاً من غير تقييد بخيلاء أو بطر.
Kedua, hadits-hadits yang mengharamkan isbal secara mutlak baik karena sombong ataupun tidak.
ومن ذلك ما في البخاري (5787) من حديث أبي هريرة رضي الله عنه قال: ((ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار))
Diriwayatkan oleh Bukhari no 5787 dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kain yang letaknya di bawah mata kaki itu letakannya adalah neraka”.
ومنها ما في مسلم (106) من حديث أبي ذر قال: قال النبي صلى الله عليه
وسلم: ((ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم
عذاب أليم المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب))
Diriwayatkan oleh Muslim no 106 dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
tiga jenis manusia yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari Kiamat,
tidak Allah pandang, tidak akan Allah sucikan dan untuk mereka bertiga
siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang
mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya
dengan sumpah palsu”.
ولما وردت النصوص على هذين الوجهين اختلف أهل العلم في حكم الإسبال من غير خيلاء.
Dikarenakan ada dua jenis dalil dalam masalah ini maka para ulama
berselisih pendapat tentang hukum isbal bagi laki-laki bukan karena
hendak menyombongkan diri.
فذهب جمهور العلماء من المالكية(1)، والشافعية(2)، والحنابلة(3) وغيرهم إلى أن المحرم من الإسبال ما كان للخيلاء والبطر
Mayoritas ulama baik yang bermazhab Maliki
(sebagaimana dalam Muntaqa al Baji 7/226 dan al Fawakih ad Dawani
2/310), bermazhab Syafii (sebagaimana dalam Asna al Mathalib 1/278 dan
al Majmu Syarh al Muhadzab 4/338) dan Hanabilah (sebagaimana dalam
Kasysyaf al Qona’ 1/277 dan Mathalib Ulin Nuha 1/348) serta yang lainnya
berpendapat bahwa isbal yang haram adalah isbal karena motivasi
kesombongan.
أما ما كان لغير ذلك فمنهم من قال بكراهته ومنهم من قال بإباحته وحملوا ما ورد النهي فيه عن الإسبال مطلقاً على المقيد،
Sedangkan isbal bukan karena kesombongan maka sebagian dari jumhur ulama mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh.
Sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa hukumnya adalah mubah
karena larangan isbal yang bersifat mutlak mereka bawa kepada larangan
yang bersyarat.
قال شيخ الإسلام في شرح العمدة (ص 366): ” ولأن الأحاديث أكثرها مقيدة
بالخيلاء فيحمل المطلق عليه وما سوى ذلك فهو باق على الإباحة وأحاديث النهي
مبنية على الغالب والمظنة ”
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam syarah beliau untuk kitab Umdah
al Fiqh hal 366 mengatakan, “Mengingat bahwa mayoritas dalil itu
melarang isbal jika dengan kesombongan maka dalil yang melarang isbal
secara mutlak itu kita maknai dengan isbal karena kesombongan. Sehingga
isbal yang tanpa dorongan kesombongan itu tetap bertahan pada hukum asal
berpakaian yaitu mubah. Jadi hadits-hadits yang
melarang isbal itu didasari pertimbangan bahwa mayoritas lelaki yang
isbal itu dikarenakan dorongan kesombongan”.
واحتج هؤلاء بقول النبي صلى الله عليه وسلم لأبي بكر لما قال يا رسول
الله إن احد شقي إزاري يسترخي إلا أني أتعاهد ذلك فقال النبي صلى الله عليه
وسلم: ((لست ممن يصنعه خيلاء))
Mereka memiliki dua alasan. Yang pertama adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Bakr, “Engkau bukanlah termasuk orang yang melakukan isbal karena kesombongan”.
Demikian tanggapan Nabi atas ucapan Abu Bakr, “Salah satu sisi sarungku
itu melotrok/melorot kecuali jika aku perhatikan dengan seksama”.
وكذلك ما جاء أن ابن مسعود رضي الله عنه كان يسبل إزاره فلما قيل له في
ذلك قال: “إن لساقي حموشة، وأنا أؤم الناس”. رواه ابن أبي شيبة وقال عنه
الحافظ ابن حجر في الفتح (10/264): بسند جيد.
Alasan kedua adalah mengingat bahwa sahabat Ibnu Mas’ud itu
menjulurkan sarungnya hingga melewati mata kaki. Ketika hal tersebut
ditanyakan kepada beliau, beliau mengatakan,
“Sesungguhnya kedua betisku itu terlalu kecil (baca:tidak normal) sedangkan aku adalah imam masjid”.
Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Dalam Fathul Bari 10/264
AlHafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa derajat riwayat di atas adalah
jayyid atau baik.
وذهب جماعة من العلماء إلى أن الإسبال محرم مطلقاً سواء كان للخيلاء أو لغير الخيلاء عملاً بالمقيد والمطلق من النصوص
Di sisi lain sejumlah ulama berpendapat bahwa hukum isbal itu haram
secara mutlak baik karena dorongan kesombongan atau pun tanpa niat
menyombongkan diri. Ini dilakukan dalam rangka mengamalkan semua dalil
yang ada baik yang melarang isbal tanpa syarat maupun dalil yang
melarang isbal jika karena kesombongan.
والذي يظهر لي أن ما ذهب إليه الجمهور أقرب للصواب.
Menurutku, pendapat mayoritas ulama itu yang lebih mendekati kebenaran.
وما جاء من النصوص في الإسبال لا يختص الإزار بل يشمل كل ما يلبس الإنسان من الثياب
Dalil yang melarang isbal itu tidak hanya berlaku untuk sarung namun mencakup semua jenis kain yang dipakai oleh seseorang.
ويشهد لهذا أن محارب بن دثار راوي حديث ابن عمر “من جر ثوبه مخيلة لم
ينظر الله إليه يوم القيامة” سأله شعبة كما في صحيح البخاري (5791): أذكر
إزاره؟ قال محارب: ما خص إزاراً ولا قميصاً.
Dali pernyataan di atas adalah pernyataan Muharib bin Ditsar, perawi
hadits Ibnu Umar, ‘Barang siapa yang menyeret kainnya karena sombong
maka Allah tidak akan memandangnya pada hari Kiamat”. Sebagaimana dalam
Sahih Bukhari no 5791, Muharib ditanya oleh Syu’bah, “Apakah Nabi
menyebut-nyebut sarung?” Muharib mengatakan, “Larangan isbal itu tidak
hanya khusus untuk sarung, tidak pula gamis atau jubah”.
فأفاد ذلك بأن التعبير بالثوب يشمل الإزار وغيره.
Pernyataan Muharib di atas menunjukkan bahwa larangan isbal untuk tsaub atau pakaian itu mencakup sarung dan lainnya.
وقد جاء في ذلك عدة أحاديث منها ما رواه أصحاب السنن: أبو داود والنسائي
وابن ماجه من حديث ابن عمر مرفوعاً: ” الإسبال في الإزار والقميص والعمامة
من جر شيئاً خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة ”
Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan benarnya pernyataan di
atas. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai
dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Isbal
itu bisa terjadi pada sarung, gamis dan sorban. Siapa saja yang isbal
karena sombong maka Allah tidak akan memandanginya pada hari Kiamat
nanti”.
وهو من رواية عبدالعزيز بن أبي رواد عن سالم عن أبيه وفي عبدالعزيز مقال
كما قال الحافظ في الفتح (10/262) وقد استغربه
أبوبكر بن أبي شيبة وقد حسن
الحديث النووي
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abdul Aziz bin Abi Rawwad dari Salim
dari ayahnya. Ada pembicaraan pada diri Abdul Aziz sebagaimana yang
dikatakan oleh al Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/262. Abu Bakr
Ibnu Abi Syaibah menilai hadits di atas sebagai hadits yang gharib.
Namun hadits di atas dinilai hasan oleh Nawawi.
وروى أبوداود عن ابن عمر موقوفاً عليه. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم في الإزار فهو في القميص
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Umar, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isbal dalam sarung. Itu juga berlaku untuk gamis atau jubah”.
وقد نقل الحافظ ابن حجر عن الطبري أن ذكر الإزار مبني على أنه غالب
لباسهم فلما لبس الناس القميص والدراريع كان حكمها حكم الإزار في النهي
Al Hafiz Ibnu Hajar menukil penjelasan ath Thabari. Ath Thabari
mengatakan bahwa disebutkannya izar atau sejenis sarung dalam hadits
tentang larangan isbal itu dikarenakan izar adalah jenis pakaian yang
paling dominan pada zaman Nabi. Ketika umumnya orang memakai jubah maka
larangan isbal untuk izar juga berlaku untuk jubah.
قال ابن بطال: هذا قياس صحيح لو لم يأت النص بالثوب فإنه يشمل جميع ذلك
Ibnu Batthal mengatakan, “Menganalogkan jubah dengan izar adalah
analog yang benar. Seandainya tidak ada riwayat khusus yang
menegaskannya maka kata-kata tsaub atau kain itu mencakup semua jenis
pakaian.
قال في الفروع عن إطالة ذؤابة العمامة (1/356): قال شيخنا يعني شيخ الإسلام ابن تيمية: إطالتها كثيراً من الإسبال.
Dalam kitab al Furu’ 1/356 saat membahas panjang ekor sorban
penulisnya mengatakan, “Guru kami yaitu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah
mengatakan bahwa ekor sorban yang terlalu panjang itu termasuk isbal
yang terlarang.
وعلى هذا فإسبال البنطال من ذلك. والله أعلم.
Berdasarkan penjelasan di atas maka ada isbal untuk celana panjang”.
أخوكم/
خالد بن عبدالله المصلح
17/12/1424 هـ
________________________________________
(1) المنتقى للباجي 7/226، الفواكه الدواني 2/310.
(2) أسنى المطالب 1/278، المجموع شرح الهذب 4/338.
(3) كشاف القناع 1/277، مطالب أولي النهى 1/348.
Demikian fatwa Syeikh Kholid al Mushlih, menantu Syeikh Ibnu Utsaimin, yang beliau sampaikan pada tanggal 17 Dzulhijjah 1424 H.
Sumber:
http://www.almosleh.com/almosleh/article_839.shtml
Petikan Pelajaran:
1. Ternyata pendapat yang mengatakan tidak haramnya isbal bagi
laki-laki jika tanpa kesombongan adalah pendapat mayoritas ulama. Ulama
salaf yang berpendapat dengan pendapat ini adalah salah seorang ulama
besar di kalangan para sahabat yaitu Abdullah bin Mas’ud. Sehingga kita
wajib menghormati orang yang mengambil pendapat ini karena menilainya
sebagai pendapat yang kuat ketika kita memilih pendapat yang lain.
2. Ternyata ada ulama yang berpendapat bahwa isbal tanpa niatan kesombongan itu hukumnya mubah.
3. Tidak benarlah menjadikan isbal atau tidak sebagaimana tolak ukur
ahli sunah ataukah bukan. Jadi mungkin saja terjadi ada seorang ahli
sunah yang melakukan isbal, boleh jadi karena tidak tahu akan
terlarangnya isbal atau karena pendapat yang tidak mengharamkannya isbal
tanpa niat kesombongan menurutnya lebih kuat dari sisi dalil. Bahkan
meski dia meyakini bahwa isbal itu haram secara mutlak namun dia tidak
mengamalkannya, hal ini tidaklah mengeluarkannya dari ahli sunnah karena
person ahli sunnah tidaklah maksum dari dosa dan maksiat.
4. Termasuk isbal karena sombong adalah orang yang melakukan isbal
dengan anggapan bahwa dirinya itu lebih baik dari pada yang tidak isbal
karena yang melakukan isbal dia yakini sebagai orang yang sesat, teroris
atau semisalnya. Ingat sombong adalah menolak kebenaran atau
merendahkan atau menganggap diri lebih baik dari pada orang lain.
5. Orang yang memilih pendapat yang ‘enak’ dalam masalah isbal karena
cocok dengan nafsunya bukan karena pertimbangan kekuatan dalil adalah
orang yang taat kepada nafsu, bukan taat kepada Allah dan rasul-Nya.
6. Saya pribadi cenderung kepada pendapat yang mengaharamkan isbal
secara mutlak meski tanpa sombong. Inilah pendapat yang lebih kuat dan
lebih hati-hati. Betapa bagus buku karya Syeikh al Walis Saifun Nashr,
murid al Albani yang telah mengumpulkan hadits-hadits yang menunjukkan
haramnya isbal meski tanpa sombong. Buku beliau telah diterjemahkan dan
telah diterbitkan oleh pustaka Tibyan, Solo.
Artikel www.ustadzaris.com
0 comments:
Posting Komentar